Kala Niat Mendiang Tokoh NU Dirikan Pondok Tahfidz Teganjal Penyerobotan Lahan

kelaurga-mahdini.jpg
(RIAUONLINE)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Profesor Mahdini bukan merupakan sosok asing di Riau. Beliau merupakan guru besar, sekaligus ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Riau.

Profesor Mahdini sendiri tutup usia pada Mei 2019 lalu saat usianya menginjak 58 tahun. Sebuah kehilangan besar bagi Riau kehilangan tokoh kelahiran Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir tersebut.

Sebelum meninggal dunia, ada satu impian yang belum terlaksana. Dia sangat ingin mendirikan pondok Tahfidz atau tempat penghafal Al-Qur'an kepada anak-anak di Kota Pekanbaru.

Namun sayang, rencana pembangunan pondok tahfidz Qur'an oleh keluarga tokoh Nahdatul Ulama (NU) Provinsi Riau di Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru terkendala dengan sengketa lahan yang diduga diserobot oknum masyarakat setempat.

Sesuai rencana awal, pondok tahfidz tersebut akan dibangun di lahan seluas setengah hektare di Jalan Teropong, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kota Pekanbaru. Lahan tersebut merupakan milik tokoh NU Riau Prof Mahdini, yang tutup usia pada 2 Mei 2019 lalu.

Hj Hefni Yulia, istri dari mendiang Prof Mahdini yang merupakan ketua Pengurus Wilayah NU Riau periode 1998-2003 di Pekanbaru, Jumat mengatakan bahwa pembangunan tahfidz tersebut merupakan niat dari almarhum.



"Beliau suka melihat anak kecil yang menghafal Al-Qur'an. Sebelum meninggal satu keinginannya agar lahan itu nanti dijadikan pondok. Namun sekarang belum bisa terlaksana karena ada oknum yang menguasai lahan tersebut," katanya.

Ia mengatakan bahwa lahan itu diduga mulai dikuasai oleh oknum tidak bertanggungjawab sejak 2013 lalu. Pada saat itu, Prof Mahdini yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau periode 2009-2014 itu mulai sakit-sakitan.

Sehingga keluarga tidak terlalu memperhatikan lahan yang sedikit demi sedikit mulai dirambah. Selain itu, Hefni juga menuturkan semasa hidupnya Mahdini tidak ingin mendengar masalah lahan tersebut.

"Kesehatannya kerap terganggu ketika kita membahas lahan yang mulai diambil orang itu. Jadi kita tidak ingin terlalu membahasnya," ujarnya.

Barulah kemudian ketika Prof Mahdini menghembuskan nafas terakhir akibat penyakit komplikasi yang diderita pada Mei 2019 lalu, keluarga mulai berpikiran untuk merealisasikan mimpi mendiang.

Hefni yang juga merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kantor Kementerian Agama Riau itu menegaskan bahwa keluarga akan berupaya semaksimal mungkin mewujudkan mimpi tersebut. "Saya yakin yang benar adalah benar, dan salah pasti salah. Saya juga tidak mau menyerah sebelum berjuang," tuturnya terbata-bata.

Saat ini, keluarga mendiang Prof Mahdini telah menunjuk pengacara untuk menindaklanjuti perkara tersebut, termasuk kemungkinan membawa ke ranah hukum. Akan tetapi, Heriyanto, kuasa hukum Hefni mengaku akan melakukan mediasi terlebih dahulu.

Heriyanto mengatakan bahwa keluarga mendiang Mahdini akan membawa dokumen berupa surat keterangan ganti rugi (SKGR) serta saksi dan tokoh masyarakat yang tinggal di sekitar lahan sengketa itu, baik proses mediasi atau proses hukum jika diperlukan.

Selain tokoh NU dan pernah menjabat sebagai ketua MUI Riau, Prof Mahdini juga merupakan guru besar serta Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Meninggalnya Prof Mahdini merupakan kehilangan bagi masyarakat Riau karena merupakan salah satu tokoh yang bijaksana.