Temuan KPK, DPRD Riau Akan Laporkan Perusahaan Sawit Yang Merambah Hutan

SIDAK-DPRD.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Wakil ketua DPRD Riau Asri Auzar menegaskan pihaknya tidak main-main dalam menuntaskan kasus pengalihanfungsi lahan hutan menjadi kawasan kebun sawit sesuai dengan rekomendasi KPK ke Pemprov Riau.

Untuk diketahui, KPK meminta Pemprov Riau segera menindaklanjuti temuan adanya lahan hutan yang disulap menjadi lahan perusahaan di Riau. Jumlahnya bahkan tidak tanggung-tanggung, yakni 1 juta hektar lebih.

Salah satu perusahaan yang sudah didatangi DPRD Riay ialah PT Padasa Enam Utama yang sudah sangat jelas diduga mengolah lahan Hutan Lindung Bukit Suligi menjadi kebun sawit di perbatasan Kampar dengan Rohul.

Ketua DPD Demokrat Riau ini  akan merekomendasikan kasus ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau untuk segera di proses hukum karena di dalam perundang-undangan sudah sangat jelas melanggar.

"Sebagai bocoran salah satu diantaranya PT Padasa, hasil pantauan kami dilapangan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini diduga melakukan perambahan hutan Lindung Bukit Suligi di Kampar," ujar Asri, 10 Agustus 2019.

Asri menambahkan, dirinya berharap perusahaan nakal seperti PT Padasa bisa dikenai sanksi hukum sehingga bukit Suligi bisa terselamatkan, kemudian dihutankan kembali oleh pemerintah.

"Sawit yang ditanam dikawasan hutan lindung hqrus di binasakan seluruhnya. Jika ada alat berat didalamnya , maka tinggal dilakukan penyitaan oleh Tim Gakkum" tegasnya

Sebeleumnya, anggota DPRD Riau, Suhardiman Amby mengatakan, PT Padasa diduga menyulap hutan lindung menjadi kebun sawit dengan modus dijadikan Kredit Koperasi Primer Anggota (KPPA).

"Ada 3500 hektar lahan hutan lindung Suligi yang diduga mereka jadikan lahan kebun dengan modus KPPA, kita duga juga mereka yang menanam di sana, merambah di sana, menampung buah dari sana juga karena perusahaan ini ada pabriknya juga dengan kecepatan 90 ton perjam," ujar Suhardiman, Kamis, 25 Juli 2019 saat melakukan sidak ke PT Padasa.

Tak hanya menggarap lahan di kawasan hutan, PT Padasa disebut Suhardiman juga diduga menggarap lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) di sisi kiri lahan perusahaan ini.

DPRD Riau yang didampingi langsung Satpol PP provinsi Riau, Polisi Hutan, dan Gakkum LHK menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Gakkum LHK.

Berdasarkan undang-undang yang berlaku, menurut Suhardiman, penggarapan lahan di kawasan hutan bisa dikenakan hukuman pidana dan denda.



"Biarkan Gakkum yang bekerja, tapi ini jelas pelanggaran pidana maksimal 10 tahun, denda 12 milyar," tutup Suhardiman.

Dalam sidak tersebut, DPRD Riau juga menemukan hal-hal ganjil dari perkebunan sawit PT Padasa Enam Utama di Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar ini.

Tak hanya mendapat lahan sawit di luar Hak konsesi saja, DPRD Riau juga mendapati adanya penanaman sawit dekat dengan bibir anak sungai di kawasan HGU  perusahaan ini.

Padahal, berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sempadan Sungai harus ada bufferzonenya atau penyanggahnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak boleh ditanam sawit.

“Jarak bibir sungai itu minimal 100 meter, tak boleh ditanami sawit,” kata Wakil ketua DPRD Riau.

Kemudian dalam hal pengolahan limbah, Asri melihat perusahaan juga tak melakukan penanganan dengan baik. Ada indikasi limbah dibuang ke sungai melalui pipa-pipa tersembunyi.

“Lihat ini, seperti ini tak baik, limbah hanya dibuat kolam-kolam seperti itu,” sambil menunjuk lokasi pembuangan limbah PT Padasa.

Perusahaan juga dianggap tak taat pajak, karena dari kendaraan angkutan CPO milik perusahaan yang sedang bekerja, tak satu pun menggunakan plat kendaraan dari Riau. “Platnya saja BK, jadi usaha di Riau, bayar pajak keluar,” kata dia lagi.

Asri juga heran dengan pengakuan manejer operasional Suryanto Efendi yang mengaku perusahaan milik Nofriati H Sebuya memiliki kantor pusat di Medan. “Harusnya kalau usaha di sini ya punya kantor disini,” imbuh dia.

Dalam Sidak yang ditemani oleh dua anggotanya Suhardiman Amby dan Mansyur HS, Ketua DPD Demokrat Riau ini lagi-lagi dibuat kaget, ditemukan dua pegawai Kementerian LHK yang berkantor di perusahaan tersebut. 

“Fungsi mereka apa? Apakah Kemen LHK main mata untuk melindungi perusahaan?,” pungkas Asri sambil bertanya.