RIAUONLINE, PEKANBARU - Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau, Decymus, mengungkapkan bahwa pada kuartal I ini pertumbuhan ekonomi di Riau meningkat dari 1,28 pada kuartal akhir 2018 menjadi 2,88 persen pada kuartal I 2019.
Decymus berharap, peningkatan ini bisa berlanjut pada kawartal 2, 3, hingga 4 karena di masa lalu pertumbuhan ekonomi Riau nyaman di angka 4 persen lebih.
Pertumbuhan ini, dikatakan Decymus merupakan salah satu faktor positif dari pemilu dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang harusnya dicairkan pada tahun 2017 tapi dicairkan pada awal tahun 2019.
"Kita kan maunya ada faktor kontinue, kan tidak mungkin ada pemilu tiap kwartal. Karena kalau pertumbuhan ekonomi tidak tinggi, maka daya beli akan turun, efeknya kemiskinan jadi meningkat, itu sudah sangat dipahami oleh Gubernur Syamsuar," jelas Decymus, Rabu, 10 Juli 2019.
Untuk itu, Bank Indonesia yang bertugas sebagai pengawal perekonomian berharap agar ekonomi Riau bisa kembali bangkit dengan memberikan berbagai rekomendasi.
Rekomendasi tersebut ialah, Pemprov harus bisa mencarikan sektor pendapatan baru dan tidak lagi bergantung pada dua sektor komoditi terbesar Riau, Migas dan kelapa sawit.
Padahal, tren migas sendiri tidak lagi menjanjikan karena harga minyak dunia kerap menurun begitu juga dengan kelapa sawit. Keduanya juga diprediksi akan mengalami over supply.
Makanya, Bank Indonesia berharap Pemprov Riau bisa memaksimalkan sektor lainnya seperti sektor perdagangan dengan menyentuh pedagang kecil dan sektor perikanan.
"Pekanbaru sudah cukup bagus peningkatan ekonominya karena tidak bergantung pada sektor migas dan kelapa sawit, kita berharap kondisi ini bisa terjadi di kabupaten lain," katanya.
Selain itu, BI juga berharap agar ada kebijakan dari pemerintah untuk membuat industri hilirisasi dalam memaksimalkan potensi kelapa sawit di Riau dengan membuat produk turunan.
Pasalnya, dengan tidak menjanjikan lagi penjualan kelapa sawit mentah akibat kebijakan ekonomi dunia, maka Riau harus bisa membuat produk turunan kelapa sawit ketimbang menjual mentah.
Sebab, pemerintah tentu tidak bisa dengan mudah menghentikan produksi kelapa sawit karena masyarakat Riau sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari usaha perkebunan sawit.
Untuk membuat industri hilirisasi ini, tentu banyak yang harus dipersiapkan pemerintah, mulai dari Sumber Daya Manusia, listrik, transportasi, gudang dan sarana prasarana lainnya
"Kesulitan sawit ini kan di ekspornya, makanya kita harus mengelola sendiri, tidak menjual mentah lagi, sawit kita sudah terlalu banyak. Kita harus mengolahnya jadi minyak goreng, makanan, cokelat, dan lainnya," jelas Decymus.
Dicontohkannya, harga cokelat bisa mencapai puluhan ribu perbatangnya. Apabila dibandingkan dengan menjual mentah, tentu hal tersebut sangat jauh berbeda
"Cokelat itu kecil-kecil bisa dijual puluhan ribu, berapa kilogram sawit yang kita jual biar sama dengan harga itu. Intinya, barang yang semula mentah bisa bernilai tinggi, sehingga kita tidak khawatir dengan boikot Eropa atau lainnya," tuturnya.