RIAUONLINE, PEKANBARU - Pengadilan Tinggi Riau memvonis Jasriadi, terdakwa kasus ujaran kebencian dan ilegal akses 2 tahun penjara, Selasa, 5 Juni 2018. Putusan hakim ditingkat banding ini lebih tinggi dari putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memvonis Jasriadi dengan hukuman 10 bulan penjara.
Salinan putusan itu diketahui melalui website Mahkamah Agung yang terbit, Rabu, 6 Juni 2018. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun. Menetapkan terdakwa tetap ditahan," begitu bunyi salinan putusan Pengadilan Tinggi, dari Website Mahkamah Agung, Rabu, 6 Juni 2016.
Kuasa Hukum Jasriadi Jasmar Piliang mengaku belum tahu putusan itu. Tim kuasa hukum belum menerima salinan putusan pengadilan. "Bila putusan itu benar, kami kasasi," katanya. Sebagaimana dilansir dari Tempo.co.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bos Saracen Jasriadi dengan hukuman 10 bulan penjara atas tuduhan akses ilegal ke akun Facebook seseorang. Jasriadi dinyatakan bersalah mengendalikan akun Facebook milik Sri Ningsih, terpidana ujaran kebencian.
Jasriadi terbukti mengakses akun Facebook pribadi milik Sri Rahayu Ningsih pada 5 Agustus 2017, tanpa izin saksi Sri. Jasriadi mengakses akun Facebook Sri Rahayu lalu mengubah status sebanyak tiga kali serta mengubah tampilan akun Facebook Sri Rahayu. Padahal ketika itu akun Facebook Sri Rahayu tengah disita oleh Mabes Polri atas tuduhan ujaran kebencian.
Namun Jasriadi dinyatakan bebas dari tuntutan jaksa penuntut umum atas perkara manipulasi, penciptaan, perubahan, perusakan infromasi elektronik atau dokumen elektronik yang dianggap seolah-seolah data yang otentik.
Dalam perkara manipulasi data ini, jaksa penuntut umum sebelumnya menuduh terdakwa Jasriadi melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk atas nama Suarni lalu merubah nama saksi Suarni menggunakan aplikasi Photoshop menjadi Saracen.
Kemudian terdakwa menggunakan identitas KTP saksi Suarni yang telah diubah menjadi identitas atas nama Saracen seoalah-olah data otentik milik Saracen untuk memferivikasi akun Facebook Saracen. Namun hakim menyatakan tuduhan itu tidak terbukti.
Jaksa mendakwa Jasriadi melanggar undang-undang Informasi Transaksi Elektronik dengan mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun. Sementara polisi menuduh Jasriadi memproduksi jasa ujaran kebencian terstruktur dengan motif ekonomi atau uang senilai jutaan rupiah. Faktanya tuduhan transfer uang jutaan itu tidak ada dalam dakwaan. Atas keterangan saksi dari kepolisian ini, hakim anggota Riska memberikan tanggapannya saat membacakan pertimbangan vonis.
"Terdakwa tak terbukti menerima uang ratusan juta rupiah maupun membuat akun-akun anonim sebanyak 800 ribu. Menjadi tugas dan kewajiban majelis hakim untuk menilai kebenaran keterangan saksi dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain dan persesuaian alat bukti," katanya.
Baik Jasriadi maupun Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Pekanbaru Sukatmini memutuskan banding atas putusan hakim.