RIAU ONLINE, JAKARTA - Facebook, Google dan Twitter terancam di blokir di Indonesia. Hal itu bisa terjadi jika tiga raksasa sosial media ini tidak membuat Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Wacana pemblokiran itu buntut dari penegasan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang menyatakan bahwa perusahaan over the top (OTT) yang tidak membuat BUT akan diblokir. Baik Facebook, Google dan Twitter termasuk dalam perusahaan OTT yang beroperasi di Indonesia.
BACA JUGA : ISIS Rilis Video Ancam Pendiri Facebook dan CEO Twitter
Alasannya bukan soal konten namun terkait aspek bisnis dan perlindungan konsumen. OTT sendiri merujuk pada konten atau layanan pihak ketiga yang bisa diakses pengguna melalui internet tanpa ada keterlibatan atau kontrol dari penyelenggara internet.
KLIK JUGA : Antar Permohonan Beasiswa, Ribuan Mahasiswa Mengular di Pemprov Riau
Desakan untuk membuat BUT sebenarnya bukan hanya di Indonesia saja. Menurut Rudiantara hal seperti itu lumrah diminta oleh negara-negara yang tempat beroperasinya OTT. "Harus BUT di sini (Indonesia). Saya juga sudah presentasikan soal itu ke mereka saat ke Silicon Valley," terang Rudiantara.
Dia menambahkan, alasan utama mendesak OTT membuat BUT adalah perlindungan konsumen. Terutama dari sisi data pribadi yang mereka kumpulkan dan gunakan.
Bayangkan, sebuah OTT seperti Facebook saja bisa mengumpulkan berbagai data mulai dari kegemaran, alamat, hingga tempat-tempat yang dikunjungi penggunanya. Hal tersebut bisa saja dipakai untuk berbagai tujuan sehingga mesti dikenai aturan tertentu agar pemilik data terlindungi.
"Perlindungan datanya gimana? Kalau ada BUT, kita bisa atur dan proteksi buat masyarakat Indonesia," terang pria yang akrab disapa Chief RA itu.
Selain perlindungan konsumen, desakan membuat BUT ini juga terkait aspek bisnis.
Sebuah BUT wajib tunduk terhadap Undang-undang Perpajakan. Artinya setiap transaksi yang dilakukan perusahaan asing di Indonesia akan dikenai pajak.
Dengan kata lain, BUT membuat segala pemasukan OTT yang diperoleh dari operasional mereka di Indonesia bisa dijadikan objek pajak. "Kita ciptakan iklim yang friendly terhadap bisnis, tapi ada hal-hal yang tak bisa dikompromikan," pungkasnya.
Chief RA mengatakan saat ini sedang menggodok aturan mengenai OTT dan rencananya akan dikeluarkan pada akhir Maret. Pasca dikeluarkan, akan ada masa transisi sehingga perusahaan bisa menyesuaikan diri untuk memenuhinya.
Saat ini ada OTT yang sudah memiliki representative office atau kantor perwakilan di Indonesia, yaitu Google dan Twitter. Namun fungsi kantor tersebut beda dengan BUT. Selain itu ada juga OTT yang bertransakti di Indonesia, tapi justru mencatat transaksinya di luar negeri.
Menkominfo menyatakan memberi kemudahan bagi OTT untuk membuat BUT. Mereka tidak diwajibkan mendirikan kantor sendiri, tapi bisa saja dengan cara joint venture dengan perusahaan lokal atau bekerja sama dengan operator.