Sepak Rago Tinggi, Permainan Tradisional Kuansing Raih Peringkat 6 Nasional

Sepak-Rago-Tinggi2.jpg
(Robi Susanto/Riau online)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Permainan tradisional Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau yang dinamai Sepak Rago Tinggi meraih peringkat 6 (enam) Nasional pada Festival Olahraga Asli Daerah Indonesia.

Hal tersebut berdasarkan hasil keputusan Dewan Juri Festival Olahraga Tradisional Asli Indonesia Tahun 2020 yang digelar secara virtual belum lama ini.

 



Untuk peringkat 1 (satu) Basei Kambe atau Dayung Hantu permainan tradisional asal Kalimantan Tengah. Peringkat 2 (dua) Kejar Gunung permainan tradisional dari Papua, peringkat 3 (tiga) Umpak Bambu permainan tradisional dari Jawa Tengah.

Penilaian dilakukan Persatuan Olahraga Tradisional Indonesia (Portina) bekerjasama dengan Deputi Pengembangan Olahraga Tradisional dan Layanan Khusus dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia.

"Alhamdulillah permainan tradisional Sepak Rago Tinggi dari Kenegerian Kopah berhasil meraih peringkat enam pada Festival Olahraga Asli Indonesia," ujar Ketua Persatuan Sepak Rago Kenegrian Kopah, Kecamatan Kuantan Tengah, Riokasyter kepada Riau Online, Minggu, 27 Desember 2020 malam.

Rio mengatakan, permainan sepak rago tinggi sendiri merupakan jenis permainan tradisional yang telah dimainkan sejak zaman dahulu oleh nenek moyang khususnya yang berasal dari Kenegerian Kopah.

Dalam sejarah perkembangannya sejak awal, disampaikan Rio, tradisi ini secara turun-temurun terus diwarisi sampai pada generasi sekarang. Latar belakang permainan sepak rago tinggi sebenarnya dilandasi adanya sebuah kesepakatan dalam musyawarah masyarakat adat Kenegerian Kopah pada masa dahulu.

Permainan sepak rago tinggi diperkirakan sudah ada sejak tahun 1833 lalu. Bahkan beberapa sumber, katanya, ada yang mengatakan sepak rago tinggi berasal dari kesultanan Malaka sekitar abad 15 Masehi.

Dijelaskannya, waktu itu sepak rago tinggi dimainkan khusus oleh keluarga kerajaan saja, ada juga sejarahnya sepak rago tinggi merupakan permainan melawan kejahatan yang diabaratkan bola rago tinggi adalah mata setan.

Namun saat ini permainan sepak rago tinggi sudah bisa dimainkan kalangan masyarakat luas dari kelompok usia yang beragam mulai dari orang tua hingga anak-anak sekalipun.

Dalam prakteknya, permainan sepak rago tinggi berbeda dengan sepak takraw sebab sepak rago tinggi dilakukan dalam sebuah garis lingkaran dikelilingi daun kelapa, yang dibagian atasnya tepat ditengah-tengah garis lingkaran ini diletakkan sebuah payung dengan posisi terbalik.

Dimana payung berfungsi sebagai sasaran bola rago tinggi, atau tempat memasukkan bola rago tinggi. Sepak rago tinggi dahulunya dilakukan dengan sistim tim, namun saat ini tidak berlaku lagi.

Setiap permainan biasanya terdiri beberapa orang, sebelum permainan sepak rago tinggi dimulai para pemain wajib untuk bersuci dengan mengambil wudhu, setelah itu pemain baru memasuki gelanggang atau lapangan.

Pemain segera melempar bola rago tinggi kepada seorang pemain, menyepak pertama kali disebut sumandan. Pemain penerima bola rago akan mengambil bola rago tinggi dengan kaki kanannya dan gerakannya menyerupai gerakan silat, usai bola rago disepak sumandan dilanjutkan lagi pemain kedua, pemain penerima bola berikunya disebut dengan tunangan.

Posisi antara pemain saling berhadapan para tunangan akan berusaha memasukkan bola kepayung yang tingginya bisa mencapai 10-15 Meter dari permukaan tanah, selain itu tunangan juga harus selalu berusaha memainkan bola supaya bola selalu berada di udara dan sedapat mungkin jangan sampai jatuh.

Aturan permainan dengan membentuk lingkaran, pemain rago tinggi terdiri 7 (tujuh) orang sampai dengan 11 (sebelas) orang dan biasanya 4 (empat) orang yang paling mahir di utus dari suku masing-masing.

Didalam permainan rago tinggi tunangan menjemput bola kedalam wilayah lingkaran, ketika bola rago masih diatas udara apabila bola rago menuju tunangan maka tunangan yang mendapat bola akan berteriak atau bersuara dalam memainkan bola rago tinggi “tabiak” atau ucapan dengan “opp” atau “hauu”, beserta diikuti dengan isyarat tangan kanan menunjuk keatas sejajar dengan bola rago tinggi tersebut.

Pada saat permainan rago tinggi untuk arah jatuh bola rago harus sebelah kanan penyambut bola rago, apabila pemain jatuh atau salah satu main lelah maka pemain akan diistirahatkan, kemudian dijemput oleh dara atau anak gadis kedalam gelanggang permainan.

Dan pemain yang jatuh diajak duduk sambil makan sirih atau dikasih sebatang rokok yang telah disediakan oleh dara atau anak gadis yang paling cantik di kenegerian kopah. Didalam permainan rago tinggi harus diiringi rarak godang (sejenis musik tradisional asli kopah dan ditambah dengan nada ogung godang, dengan pukulan sesekali.

Pakaian yang dikenakan dalam permainan sepak rago, baik sumandan dan tunangan sama yakni baju adat melayu lengkap lapisan songket dan pakai peci dikepala.

Permainan ini mengandung unsur pertama, menjalin silaturami yang sangat kental antar pemain. Kedua, ajaran budi yang sangat tinggi. Ketiga, bersyukur pada setiap keadaan dan menjalin kerjasama serta kompetisi yang sehat didalam masyarakat.

Ditengah-tengah saat permainan, bila yang bermain rago kebetulan masih bujangan maka pemain tersebut akan dipinjamkan songket goroon (pacar). Namun bila pemainnya telah berkeluarga, maka para istri diharuskan membawa dulang atau talam yang diisi makanan nasi beserta lauk pauk atau bisa juga buah-buahan hasil kebun
sendiri.

Makanan yang disediakan dihidangkan bagi tetamu-undangan dan baru boleh dimakan bila permainan sepak rago tinggi selesai.Tempat permainan dilakukan didepan balai adat atau rumah godang yang ada di kenegerian Kopah, atau di lapangan terbuka yang nantinya akan disaksikan oleh banyak orang.

Bola rago terbuat dari rotan yang dibuat khusus, caranya rotan terlebih dahuli direndam kedalam air, kemudian dibelah-belah kecil menjadi 12 minimal Panjang rotan 2 meter, bola rago lebih kecil dari bola takraw, ukuran lingkaran bola rago tinggi lebih kurang 20 cm, memiliki 8 (delapan) lubang berbetuk segi lima.

Guna menghindari cedera setiap pemain mengenakan alas di punggung kaki terbuat dari kulit sapi dengan cara
diikat memakai tali torok diikat kepergelangan kaki.

Awalnya sempat pada periode perkiraan tahun 1883 hingga 1962 silam, payung yang digunakan saat ini sebenarnya sebagai pengganti alat terdahulu sebab dinilai lebih praktis.

Pada periode sebelum menggunakan payung orang-orang dulu menciptakan sendiri payungnya dengan bahan sebatang buluah/bambu/aur yang telah dibelah setiap sisinya, bambu itulah fungsi payung yang sekarang sebagai penyambut bola rago tinggi, gunanya menentukan berhasil atau tidaknya memasukkan bola kedalam lingkaran aur tersebut.

Aur yang ujungnya telah dibentuk semacam payung ini posisinya dibalikkan agar bisa menampung bola yang setali dengan bambu sebatang. Barulah kemudian sejak tahun 1962 hingga saat ini, masyarakat kenegerian Kopah mengganti alat yang lama tadi dengan sebuah payung.

Biasanya permainan rago tinggi ini dilakukan pada saat tertentu seperti sewaktu musim panen padi, atau hari besar agama seperti hari raya Idul fitri, menjelang sore harinya.

Satu merupakan keharusan yakni setiap dilangsung permainan rago tinggi, panitia wajib mengundang Penghulu, Ninik-mamak, Cerdik pandai serta Para menti atau Dubalang dari empat suku yang ada dikenegerian Kopah (Melayu, Patopang, Chaniago,Paliang).

Selain itu saat permainan selesai langsung dilakukan prosesi pemberian hadiah bagi pemain yang berhasil memasukkan bola paling banyak kedalam payung. Dan untuk hadiah bagi pemenang biasanya akan setiap pemain yang menang akan mendapatkan kain sarung lengkap dengan peci.