RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tokoh Masyarakat Kuansing Edyanus Herman Halim meminta pemerintah melalui instansi terkait bisa menyelesaikan perseteruan antara masyarakat adat Siberakun dengan korporasi, PT Duta Palma Nusantara yang sudah berlangsung cukup lama.
Pria yang bergelar Datuk Bisai ini mengatakan, berbagai upaya masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak adat secara tradisional kerap berbenturan dengan cara-cara "kurang baik" dari perusahan yang nampaknya ingin mengelabui masyarakat.
Didampingi pengurus Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS), Roby Maiva Putra, Edyanus menilai, korporasi kerap memanfaatkan kurangnya pemahaman masyarakat untuk meraup keuntungan dalam mengelola lahan adat.
"Akibat kurangnya pemahaman pemuka masyarakat, baik itu karena pendidikan yang rendah dan pengalaman yang masih kurang, maka sering terjadi tindakan-tindakan yang berakibat buruk terhadap kepentingan masyarakat," kata Edyanus, Kamis, 18 Juni 2020.
Namun menurut Edyanus, pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya secara sadar mengayomi dan mengingatkan para pemuka masyarakat tersebut terhadap “rantiang nan kan mencucuak".
Contoh konkrit tentang hal ini, lanjutnya, adalah adanya surat kesepakatan antara pihak masyarakat beserta Niniak mamak Kenegerian Siberakun dengan PT Duta Palma Nusantara pada tahun 1999 lalu yang jelas-jelas sangat merugikan masyarakat.
Seharusnya pemerintah dan penegak hukum mencegah adanya kesepakatan tersebut. Bagaimana mungkin tanah ulayat yang demikian luas, yang sebelumnya dituntut melalui kesepakatan tahun 1998, dengan luas berkisar 675 hektar di wilayah Kenegerian Siberakun melalui kesepakatan yang dibuat tahun 1999 tersebut hanya dihargai sebesar Rp 175 juta.
Bahkan, kesepakatan tahun 1999 tersebut pada poin kedua juga seperti mengeliminir semua hak-hak masyarakat adat Kenegerian Siberakun.
"Berkaitan dengan itu saya selaku Datuk Bisai dan Roby Maiva Putra selaku Pengurus IKKS Bidang Kepemudaan berharap agar pihak keamanan atau penegak hukum mencermati masalah itu secara komprehensif," tuturnya.
Jika ada anak cucu kemenakan mereka yang dinilai berbuat kurang pantas atau bahkan melanggar ketentuan yang ada, maka analisanya harus pula diarahkan pada "Apakah ada upaya-upaya provokasi oleh pihak-pihak tertentu agar masyarakat melakukan tindakan yang pada akhirnya masuk pada ranah pelanggaran hukum?".
"Bukankah provokasi-provokasi itu juga dapat dianggap melanggar hukum? Oleh karena itu menurut hemat kami penahanan terhadap anak cucu kemenakan tersebut mungkin dapat ditangguhkan dan kemudian pihak-pihak yang diduga melakukan provokasi terhadap masyarakat perlu juga dilakukan implementasi penegakan hukum yang tegas," tegasnya.
"Harapan kami pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Kuansing tetap menjaga profesionalitas dan proporsionalitas nya. Apalagi terhadap hal-hal yang dapat memicu konflik yang lebih besar ditengah-tengah masyarakat kita yang sekarang sedang disibukkan oleh masalah Covid-19. Mudah-mudahan kedepan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dapat berpedoman kepada kepentingan orang banyak yang lebih luas," tutupnya.