Laporan: RISKI APDALLI
RIAU ONLINE, PANGKALAN KERINCI - Trauma. Kata itu keluar dari mulut Dokter AS, dokter umum bertugas di Rumah Sakit Efarina, Pangkalan Kerinci, Pelalawan, ditanyakan seperti apa saat pertama kali mengetahui dirinya dinyatakan positif Corona Virus Disease-19 (COVID-19).
Bayangan istri, dua anaknya, serta adik iparnya, selama ini sehari-hari tinggal serumah dengan dirinya, melintas dibenaknya. Tak hanya itu, Dokter AS juga masih trauma jika melihat perawat dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD) lengkap terlihat di depan matanya.
Trauma ini membekas setelah apa ia rasakan selama 17 hari dirawat melawan COVID-19 di ruang isolasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad, Pekanbaru.
"Saat pertama mendengar dan dinyatakan saya positif COVID-19, jujur, hancur (hati) rasanya. Sedih saat terpikir oleh saya, keluarga kecil saya satu rumah dengan saya. Seperti anak-anak saya, istri dan adik ipar saya. Saya takut mereka tertular COVID-19," cerita AS mengenang ketika dinyatakan mengidap penyakit belum ada vaksin tersebut, Sabtu, 30 Mei 2020.
AS dinyatakan positif COVID-19, kemudian masuk ruangan perawatan sejak Senin, 13 April 2020. Setelah 17 hari dirawat dengan dua kali hasil swab negatif, dokter umum ini kemudian dinyatakan boleh pulang, Kamis, 30 April 2020.
Dokter ini tertular Corona dari pasangan suami istri (pasutri) RBT dan JG, baru saja pulang bepergian dari Jakarta. Ketika itu, keduanya tak mau jujur dan mengakui, baru pulang dari wilayah zona merah COVID-19 saat berobat ke dirinya.
Tak hanya menularkan ke sang dokter, RBT dan JG juga menularkannya ke anaknya sendiri, IG (16). IG jalani perawatan di RSUD Arifin Achmad (AA), Pekanbaru, sejak 13 April 2020, sama dengan Dokter AS, menjalani hari pertama perawatan.
Bedanya, IG dinyatakan sembuh lebih cepat sehari dibandingkan dokter AS, Rabu, 29 April 2020. Dokter AS menjadi pasien keempat di Pelalawan dan ke-18 untuk Riau dinyatakan positif COVID-19. Kepada RIAUONLINE.CO.ID, Dokter AS menceritakan, saat jalani masa perawatan di RSUD AA, ia tak bisa leluasa beraktivitas, seperti orang sehat lainnya.
"Saya sempat terpikir, ajal menjemput. Apalagi, saat sesak nafas datang akibat Virus Corona mulai menyerang," jelas AS sambil menatap dalam-dalam.
Jika kondisi sudah seperti itu, AS tak sadar, buliran air mata menetes di kedua pipinya. Terbayang wajah kedua anaknya masih kecil-kecil serta sang istri, jika sewaktu-waktu dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.
"Intinya, kalau di ruang isolasi, pasti psikis terganggu, imunitas tubuh bisa bertambah turun. Ampunlah intinya," kata AS.
Lebih menangis lagi, tutur AS, ia melihat sendiri kedua anaknya masih kecil, harus menjalani tes swab sebanyak dua kali dengan mengambil sampel dari hidung, dan disuntik untuk diambil sampel darah.
Paling kasihan itu, jelasnya, anak pertama berumur 3 tahun serta anak kedua 1 bulan, menangis sekencang-kencangnya saat melihat Tim Laboratorium mengenakan pakaian lengkap dengan Alat Pelindung Diri (APD) mengambil swab.
Tak tega lihatnya. Hingga kini, kedua anaknya trauma kalau lihat perawat pakai baju lengkap APD. Ia dan istri hanya bisa menangis.
"Saya saja yang dokter, tak tahan kala diambil sampel swab dari hidung. Apalagi anak-anak saya masih balita. Nangis lihat mereka harus jalani prosedur tersebut," jelasnya.
Perasaan ketakutan menghantui itu berubah drastis saat mengetahui dua kali swab dilakukan, hasilnya negatif semuanya.
Kedua anaknya, istri dan adik iparnya, walau berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP), namun negatif hasil laboratorium swa, tak ikuti dirinya berstatus positif COVID-19.
Saat ditanyakan, apa tipsnya sehingga bisa sembuh dan beraktivitas seperti haru-hari sebelum COVID-19 menyerang, Dokter AS menjawab, jaga kondisi fisik dan psikis diri sendiri, serta gembira selama menjalani hari-hari menjemukan di dalam ruang perawatan.
Selain itu, tuturnya, selama dirawat di RSUD Arifin Achmad, Dokter AS diberi obat-obatan layaknya menderita demam dan flu. Di antaranya, obat demam, batuk, lambung serta multivitamin menjaga imunitas (Ketahanan) tubuh sendiri.
"Sewaktu dinyatakan negatif, kami semua bersyukur banget sampai tak bisa mengeluarkan kata-kata. Tak sadar air mata menetes di kedua pipi kami. Akhirnya, apa saya takuti, tidak terjadi pada anak-anak saya, istri, dan adik ipar saya. Saya takut mereka dinyatakan positif," kata AS sambil tersenyum.
Dengan pengalamannya itu, dokter AS memberi pesan kepada seluruh masyarakat Pelalawan dan Provinsi Riau, untuk selalu menjaga kesehatan dan jalankan aktivitas sehari-hari sesuai protokol kesehatan.
Tak hanya itu, Dokter AS mewanti-wanti warga Riau, jangan anggap enteng, dan remeh COVID-19. Suatu hal sepele, apabila sudah terjangkit, kena, terbayanglah rasanya bagaimana pedih dan sulitnya.
Ia mengajak semua masyarakat Pelalawan dan Riau untuk hidup sehat, dengan makan makanan bergizi untuk menambah ketahanan tubuh, selalu memakai masker, mencuci tangan apabila sudah memegang sesuatu, serta menjaga jarak.
Apabila keluar rumah, jelasnya, dan mau masuk rumah, silakan bersihkan diri dulu di luar. Tujuannya, jangan sampai orang-orang disayangi, keluarga tercinta ikut tertulas COVID-19.
"COVID-19 tidak terlihat, tapi sesuatu mengancam hidup semua orang. Jadi mari kita hidup sehat," pungkasnya sambil mengingatkan.