RIAU ONLINE - Cegah kelangkaan gula selama Ramadhan dan Idul Fitri, pemerintah akan melakukan impor 200 ribu ton gula mentah atau raw sugar. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, Rabu, 12 Februari 2025.
Keputusan ini, menurut Arief, dilakukan untuk sebagai langkah antisipasi agar stok aman, bukan karena produksi dalam negeri tidak mencukupi.
Rencana ini ditanggapi oleh Ekonom Spesialisasi Pertanian dan Industri dari Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian. Menurutnya, saat ini Indonesia masih jauh dari status swasembada pangan.
"Dikatakan swasembada itu kalau mengacu kepada definisi FAO itu jika 90 persen kebutuhan dalam negeri dipenuhi dari domestik. Artinya, kita belum swasembada," kata Eliza, dikutip dari KUMPARAN, Sabtu, 15 Februari 2025.
Eliza menjelaskan, Indonesia membutuhkan bauran kebijakan yang tepat agar ketergantungan pada impor dapat dikurangi tanpa mengguncang stabilitas industri gula dalam negeri.
Menurut Eliza, tingkat rendemen, jumlah gula yang dihasilkan dari proses penggilingan tebu di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand.
"Tingkat rendemen Indonesia hanya sekitar 7 persen, sementara Thailand itu 11,82 persen," ujarnya.
"Maksudnya, jika rendemen tebu 7 persen, artinya dari 100 kg tebu yang digiling di pabrik gula akan menghasilkan gula sebanyak 7 kg. Nah, Thailand rendemennya 11,82 berarti menghasilkan gulanya kurang lebih 11,82 kg," papar Eliza.
Menurutnya, perluasan lahan tebu saja dinilai tidak mencukupi untuk mewujudkan swasembada. Pasalnya, saat ini banyak pabrik gula di Indonesia masih menggunakan mesin tua yang usianya bahkan lebih dari 100 tahun, peninggalan sejak zaman kolonial Belanda.
Hal ini mengakibatkan proses produksi menjadi kurang efisien dan hasil yang diperoleh tidak optimal.
"Jadi memang perlu direvitalisasi jika ingin meningkatkan produksi gula, tidak hanya meningkatkan produktivitas tebu, namun juga meningkatkan tingkat rendemennya," ungkap Eliza.