RIAU ONLINE - Pemerintah disebut perlu menggencarkan legalisasi UMKM agar pemberian insentif terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen berjalan efektif.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha Maghfiruha Rachbini.
Pemerintah memberi insentif perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5 persen sepanjang 2025 sebagai upaya perlindungan kepada UMKM dan industri padat karya.
Sementara UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan PPh tersebut.
Menurut Eisha, kedua insentif tersebut membantu UMKM untuk mengurangi potensi dampak yang diakibatkan oleh kenaikan PPN menjadi 12 persen di tengah daya beli masyarakat yang menurun saat ini.
"Namun, yang paling banyak usaha mikro kecil itu kan masih informal ya, mereka tidak akan terdampak (insentif PPh) di situ, tidak akan menikmati kemudahan (insentif) tersebut karena mereka kan tidak masuk ke dalam sistem (perpajakan)," kata Eisha, dikutip dari ANTARA.
Meskipun para pelaku usaha informal tidak terjangkau oleh insentif PPh final tersebut, ia menyatakan bahwa UMKM masih dapat menikmati penghapusan PPN terhadap sejumlah komoditas yang menjadi bahan baku produksi, seperti beras, kedelai, buah, sayur, jagung, gula, susu, ikan, udang, serta hasil ternak dan perikanan lainnya.
"Ini sebenarnya sebagai penolong juga buat UMKM bahwa bahan baku dari UMKM, terutama mereka industri kecil menengah di bidang pengolahan makanan dan minuman, harganya tidak naik," ujarnya.
UMKM yang bergerak di sektor perdagangan dan retail akan menjadi yang paling terdampak akibat kenaikan PPN tersebut, terutama yang menjual barang-barang kena pajak.
Untuk itu, Eisha meminta pemerintah untuk terus mendorong UMKM agar dapat meningkatkan kapasitas mereka melalui berbagai pelatihan untuk meredam dampak kenaikan PPN.
"Terutama juga formalitas dari UMKM ini, legalitasnya juga harus didorong untuk mereka supaya mereka dapat akses," tuturnya. (ANTARA)