RIAU ONLINE - Pemerintah akan mulai menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen secara selektif mulai 1 Januari 2025 mendatang. Hal ini ditanggapi oleh pengamat pajak Prianto Budi Saptono.
Menurut Prianto, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang selama ini sudah berlaku di Indonesia dinilai tidak memberi setoran yang signifikan bagi pendapatan negara.
"Porsi setoran PPnBM di APBN itu tidak signifikan. Dengan demikian, porsi peningkatan PPN dengan tarif 12 persen juga tidak akan signifikan," kata Prianto, dikutip dari KUMPARAN, Jumat, 6 Desember 2024.
Prianto juga berpendapat bahwa peningkatan tarif PPN ke barang mewah juga tidak akan berdampak ke daya beli karena konsumen barang mewah bukan masyarakat secara mayoritas.
"Peningkatan tarif PPN tersebut juga tidak akan berdampak pada daya beli karena konsumen barang yang dikategorikan barang mewah dan terkena PPnBM itu bukan masyarakat kebanyakan," tutur Prianto.
"Konsumen tersebut mereka orang yang memiliki penghasilan memadai," lanjutnya.
Selama ini selain dikenakan PPnBM, barang mewah juga termasuk objek yang dikenakan PPN.
"Semua objek PPnBM pasti menjadi objek PPN. Tapi tidak semua objek PPN menjadi objek PPnBM," terangnya.
Penentuan barang yang menjadi objek PPnBM juga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dengan begitu, kategori mewah atau tidaknya suatu barang akan didasarkan pada kategori barang mewah yang masuk ke objek PPnBM batik188, bukan mewah menurut masyarakat.
“Penentuan objek PPnBM itu mengacu ke PerMenkeu. Tidak ada kriteria khusus bentuk barangnya seperti apa, kecuali untuk membatasi konsumsinya,” ujarnya.
“Jadi, jika ada barang yang menjadi objek PPN dan PPnBM sekaligus, barang tersebut menjadi barang mewah. Tapi, ada juga barang yg menurut masyarakat mewah tidak menjadi objek PPnBM,” pungkasnya.