RIAU ONLINE - Maraknya kasus kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) akibat penyalahgunaan dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati mengungkapkan, teknologi AI dapat memanipulasi foto, suara, hingga video korban.
"Kalau bicara dampak kekerasan seksual yang timbul dari pengaruh teknologi digital, enggak bisa dipungkiri. Teknologi ada dua sisi, ada positif dan negatifnya," kata Ratna, dikutip dari ANTARA, Jumat, 29 November 2024.
Ratna menjelaskan, pelaku kasus kekerasan seksual berbasis elektronik dapat dijerat dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Bisa dijerat dengan UU TPKS, irisannya dengan UU ITE," ujarnya.
Pada 14 ayat (1) UU TPKS menyebut bahwa setiap orang yang melakukan perekaman, mengambil gambar, atau tangkapan layar yang bermuatan seksual tanpa persetujuan orang yang menjadi objeknya adalah kekerasan seksual berbasis elektronik.
Kekerasan seksual berbasis elektronik juga termasuk ketika orang mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima.
Selain itu, kekerasan seksual berbasis elektronik juga meliputi penguntitan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual. (ANTARA)