RIAU ONLINE - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, sebagai tersangka dalam kasus importasi gula, dalam periode 2015-2023.
Tom Lembong memberikan persetujuan importasi 105 ribu ton gula kristal mentah kepada PT AP. Kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.
"Sesuai dengan keputusan Mendag dan Menperin nomor 257 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, di Kejagung, dikutip dari Suara.com, Rabu, 30 Oktober 2024.
Berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan Thomas Lembong, impor gula tersebut dilakukan PT AP. Qohar mengatakan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait.
"Tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri," katanya.
Saat itu, Thomas Lembong juga sempar menggelar rapat koordinasi bidang perekonomian yang dihadiri oleh Menko Perekonomian.
"Salah satu pembahasannya bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton dalam rangka stabilasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional," ucap Qohar.
Kemudian, CS yang saat itu menjabat Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) memerintahkan staf senior manajer bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN," jelas Qohar.
Kemudian, ke delapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
"Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut," jelasnya.
"Padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya, dengan harga Rp26 ribu per kilogram, lebih tinggi dari HET saat itu Rp13 ribu per kg dan tidak dilakukan operasi pasar," tambahnya.
Akibat perbuatan kedua tersangka negara mengalami kerugian sebesar Rp 400 miliar. Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam bakal dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.