Tangis Pemulung di Acara PDIP, Curhat Tak Dapat Bansos hingga PKH

PDIP-dialog-dengan-pemulung.jpg
(Suara.com/bagas)

RIAU ONLINE - Acara Hari Konservasi Alam bersama PDIP diwarnai tangis dari sejumlah pemulung yang mencurahkan isi hatinya.

Acara PDIP yang digelar di Kompleks Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Sabtu, 10 Agustus 2024, itu mengundang ratusan petugas kebersihan hingga pemulung yang tersebar di Jakarta. PDIP berdialog dan memberikan edukasi soal daur ulang sampah hingga menjaga kesehatan.

Muhammad Gunawan Hanafi, pemulung asal Jakarta Barat, dalam acara yang dipimpin Ketua DPP PDIP bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup, MY Esti Wijayanti, tersebut mengungkap minimnya perhatian terhadap dirinya selama ini. Padahal, Gunawan sudah mendedikasikan diri untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Gunawan yang berurai air mata mengaku tidak pernah mendapat bantuan sosial BLT maupun sembako.

“Sekarang saya hidup sendiri. Dari lahir di Jakarta, BLT dihapus dan Bansos hilang, alasannya rumah saya enggak masuk data penerima,” ujar Gunawan sambil berurai air mata, dikutip dari Suara.com, Minggu, 11 Agustus 2024.

Kemudian Saman, pemulung asal Utan Kayu mengeluhkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang belum diperoleh oleh rekan-rekannya sesama profesi.

“Kalau bisa saya minta tolong kepada Bapak dan Ibu dari PDIP, saya hanya mewakili teman-teman saya yang ada di Jakarta Timur, dinas kebersihan, dan tukang sampah soal KJP. Teman-teman saya yang anaknya belum dapat KJP. Memang KTPnya Jakarta, tapi ada yang dihapus ada yang belum dapat,” ungkap Saman.

Adapula Saidi, pemulung yang bercerita soal pendapatannya yang tidak menentu setiap bulannya. Sebab, selama ini dia tidak mendapatkan gaji.



Saidi mengaku hanya mendapat penghasilan dari pemberian warga dan menjual barang rongsoknya. Bahkan, dia menyebut bahwa penghasilannya hanya Rp 500 ribu perbulan. Padahal, dirinya harus memenuhi kebutuhan rumah tangga serta anak-anaknya bersekolah.

Dia juga curhat kepada Esti dan jajaran PDIP, bahwa dirinya belum mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk anak-anaknya.

“Sebagai tukang sampah, saya menaikan sampah ke mobil, jadi saya begini. Naikin sampah sudah bertahun-tahun, tidak ada gajinya. Saya hanya (mengharapkan pemberian) warga,” ungkap Saidi.

“Saya hanya dari rongsokan doang, sama orang buang sampah ngasih Rp 10 ribu, saya bagi 4. Anak saya sekolah semua, terus belum dapat KIP. Sebulan Rp 500 ribu dari rongsok. Kalau harian buat jajan anak sekolah dapat Rp 30 ribu,” sambung dia.

Saidi juga mengungkapkan, bahwa dirinya tidak lagi mendapatkan Bansos sejak 3 bulan lalu.

“Bansos sekarang saya nggak dapat Bu. Sudah sampai 3 bulanan,” ujarnya.

Mendengar keluhan para pemulung itu, Esti pun meminta kepada jajaran Partai di tingkat DPC PDIP untuk segera melakukan pendataan.

Dalam momen itu, legislator asal Yogyakarta ini pun mendapat laporan soal masih banyaknya pemulung yang belum mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH).

“Banyak sekali ya (yang belum dapat PKH), ini PR lagi. Nanti kita berupaya sejauh mana kalau Bapak dan Ibu ada KTP, dan sudah masuk di DTKS, kita akan berproses. Karena menteri kita Bu Risma,” jelas Esti.