RIAU ONLINE - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah berkoordinasi dengan tim pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk memastikan desain fiskal dan asumsi makro yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF).
Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, usai menyampaikan KEM-PPKF tahun anggaran 2025 kepada DPR di Jakarta, Senin 20 Mei 2024. Hal ini, menurut Sri Mulyani, dilakukan agar program dan prioritas pembangunan pemerintahan baru tetap bisa berjalan tanpa harus menunggu waktu.
“Kami terus berkomunikasi dengan tim maupun orang-orang yang ditunjuk oleh Pak Prabowo, sehingga apa yang kita tuangkan bisa sedapat mungkin memasukkan seluruh aspirasi agar program dan prioritas pembangunan pemerintahan baru tetap bisa berjalan tanpa harus menunggu waktu,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menjelaskan, dalam rancangan KEM-PPKF, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 ditargetkan berada pada rentang 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pendapatan negara dipatok pada kisaran 12,14 persen hingga 12,36 persen dari PDB. Sementara belanja negara diperkirakan pada kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen PDB. Rasio utang akan dikendalikan dalam batas terkelola di kisaran 37,98 hingga 38,71 persen PDB. Adapun untuk asumsi makro, Kementerian Keuangan membidik pertumbuhan ekonomi di rentang 5,1 persen hingga 5,5 persen pada 2025.
Sementara imbal hasil (yield) SBN Tenor 10 Tahun diperkirakan berada pada kisaran 6,9 persen hingga 7,3 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di rentang Rp15.300,00-Rp16.000,00. Sedangkan inflasi diperkirakan dapat dikendalikan pada kisaran 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar 75-85 dolar AS per barel; lifting minyak bumi 580 ribu-601 ribu barel per hari; dan lifting gas 1.004-1.047 ribu barel setara minyak per hari.
Angka-angka tersebut masih belum final. Menkeu menjelaskan rancangan KEM-PPKF akan direspons oleh anggota fraksi DPR dan dibahas bersama Badan Anggaran (Banggar) dengan turut melibatkan Bank Indonesia (BI), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Badan Pusat Statistik (BPS). (ANTARA)