Gugatan Ganjar-Mahfud ke MK: Bongkar Dosa-dosa Jokowi Demi Menangkan Prabowo-Gibran

Jokowi-dan-Prabowo.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE - Capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, telah mendaftarkan gugatan terkait hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Ganjar-Mahfud dalam gugatannya membeberkan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sejumlah pelanggaran Jokowi dituangkan dalam bab perjara dalam gugatan yang diajukan Ganjar-Mahfud.

Ganjar-Mahfud mulanya menganggap Pilpres 2024 bukan sebagai pemilu dalam artian yang sesungguhnya. Menurut mereka, Pilpres 2024 telah dirancang sedemikian rupa oleh Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Ganjar-Mahfud menyebut Jokowi bermanuver sebelum Pilpres 2024 dimulai. Mulai dari mengupayakan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode hingga memundurkan jadwal Pilpres 2024.

Akhirnya, Jokowi disebut bermanuver dengan memajukan putra sulungnya, Gibran sebagai cawapres.

Untuk dapat menjadikan Gibran sebagai cawapres, Ganjar-Mahfud menyebut Jokowi mengubah aturan MK, yang kala itu dipimpin adik iparnya, Anwar Usman.

"Guna bisa mendaftarkan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta dalam Pilpres 2024 tentu Presiden Joko Widodo perlu mengubah aturan main yang ada," demikian isi gugatan Ganjar-Mahfud yang dikutip dari Suara.com, Selasa, 26 Maret 2024.

Upaya Jokowi melalui jalur hukum juga terlihat ketika KPU menjalani Putusan MKRI Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi pintu pembuka masuknya Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.

"Termohon (KPU) melanggar PKPU Nomor 19/2023 yang masih mensyaratkan usia 40 tahun dengan menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka," ucapnya.



Meski akhirnya, Ketua KPU Hasyim Asyari dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik, akan tetapi nasi sudah menjadi bubur. Gibran tetap dianggap sah sebagai peserta Pemilu 2024.

Selain itu, Ganjar-Mahfud juga menyoroti upaya Jokowi memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dengan memanfaatkan APBN untuk menggelontorkan bantuan sosial (bansos) secara masif pada musim kampanye.

"Presiden Joko Widodo bersama para menteri dan bahkan Kapolri bergerak sendiri untuk membagikan bansos. Ironisnya, menteri yang justru paling berkepentingan, yaitu Menteri Sosial malah tidak dilibatkan sama sekali," terangnya.

Bansos juga dianggap digunakan sebagai alat untuk mengendalikan kepala desa. Ganjar-Mahfud menyebut ada ancaman menghantui kepala desa apabila tidak mau ikut membantu Jokowi.

Lebih lanjut, Kepala Negara juga dianggap memanfaatkan Polri dan TNI untuk mengintimidasi masyarakat yang seharusnya mendapatkan perlindungan.

"Keduanya dijadikan alat untuk membungkam suara sumbang dan untuk memaksa agar pilihan dijatuhkan kepada pasangan calon nomor urut 2," tegasnya.

Jokowi juga disebut Ganjar-Mahfud memanfaatkan kepala daerah bahkan terlibat dalam bagian kampanye Prabowo-Gibran. Mereka diminta untuk memastikan agar Prabowo-Gibran menang di wilayahnya masing-masing.

Berikut daftar keterangan Ganjar-Mahfud yang meyakini Jokowi melakukan nepotisme demi memenangkan Prabowo-Gibran:

a. Memanfaatkan seluruh struktur pemerintahan, mulai dari peradilan, penyelenggara pemilihan umum, pemerintah pusat, pemerintah daerah, desa, Kepolisian maupun TNI untuk melakukan pelbagai abuse of power yang semata-mata bertujuan agar pasangan calon nomor urut 2 dapat memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran pemilihan;

b. Dilakukan dengan terencana dan sangat rapi hingga dapat menggerakkan seluruh komponen pemerintahan dalam arti luas secara terorganisir dengan tujuan yang sama, yaitu agar pasangan calon nomor urut 2 dapat memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran pemilihan; dan

c. Berdampak secara meluas, bukan hanya karena melibatkan seluruh komponen pemerintahan dalam arti luas, namun juga karena menyebabkan Pasangan Calon Nomor Urut 2 dapat memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran pemilihan.

Atas dasar itu, Ganjar-Mahfud memohon kepada MK untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.

"Oleh karena suara yang diperoleh pasangan calon nomor urut 2 dalam Pilpres 2024 adalah suara yang lahir dari pelanggaran TSM, maka sudah selayaknya MKRI mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2 dari Pilpres 2024, dan melakukan pemungutan suara ulang dengan diikuti oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 dan Pemohon," pintanya.