RIAU ONLINE, YOGYAKARTA-Bocah laki-laki berinisial MA (9), warga Kalurahan Sardonoharjo, Kapanewon Ngaglik, Kabupaten Sleman itu tewas di tangan tetangganya sendiri.
Kapolsek Ngaglik Kompol Mashuri menuturkan peristiwa itu bermula pada Sabtu (24/2/2024) sekira pukul 14.30 WIB siang. Saat itu korban pamit untuk pergi bermain keluar menggunakan sepeda onthel.
Namun, setelah beberapa saat korban tak kunjung pulang ke rumah. Khawatir dengan hal itu, ibu dan kakak korban lantas mencarinya keliling desa.
Kemudian saat melintasi sekitar kolam sumber air di Dusun Blekik, Sardonoharjo, mereka bertemu dengan seorang tetangga yang tengah berteriak histeris. Saksi tersebut berteriak sembari menyebut nama MA.
"Lalu kakak korban mendekati saksi dan mendapati korban (MA) sudah terapung di kolam sumber mata air tersebut," kata Mashuri, di Mapolresta Sleman, Rabu (6/3/2024).
Sang kakak sempat memberikan pertolongan pertama termasuk bantuan pernapasan kepada korban. Namun nahas nyawa MA tidak tertolong.
Korban selanjutnya dibawa ke rumah sakit terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian dirujuk kembali ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan diotopsi.
"Dari hasil otopsi ternyata dari leher korban ada bekas cekikan pada korban dan ada luka pada dubur korban," ungkapnya.
"Korban meninggal karena tenggelam akibat dari dicekik dan ditenggelamkan," imbuhnya.
Pelaku sendiri berhasil diketahui identitasnya yakni GCP (19) seorang pria lulusan SLB. Dia nekat melakukan perbuatan tersebut usai kerap dibully oleh korban.
"Pelaku adalah tetangga korban. Tersangka adalah termasuk memiliki keterbelakangan dalam komunikasi. Dia lulusan SLB di Pakem. Kalau tidak salah autis (keterbelakangannya)," terangnya.
"Korban meninggal karena tenggelam akibat dari dicekik dan ditenggelamkan," jelasnya.
GCP ditetapkan tersangka setelah mengakui sendiri perbuatannya tersebut. Usut punya usut tersangka jengkel terhadap perilaku korban selama ini.
"Alasannya, motifnya jengkel karena sering dijahili dan sering sepeda onthelnya disembunyikan," ucapnya.
Saat ini pelaku masih berada di Rumah Sakit Jiwa Grhasia, Pakem, Sleman. Hal tersebut guna mengobservasi lebih jauh kondisi mental tersangka.
"Sedang dimintakan keterangan ahli. Jadi saat ini dari keterangan ahli sementara kalau dia dimintai keterangan selalu nangis," imbuhnya.
Observasi terhadap tersangka akan memakan waktu lebih kurang dua minggu. Hasil observasi itu nanti yang menentukan proses hukum lanjut atau tidak.
"Sesuai dengan perundang-undangan secara psikolog tidak bisa mempertanggungjawabkan, otomatis (kasus) dihentikan," tandasnya dikutip dari suara.com
Untuk saat ini, GCP terancam Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76C UU RI nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo 338 KUH Pidana. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.