Lapor ke KPK, Masyarakat Sipil Minta Kemenhan Buka Dokumen Pembatalan Pembelian Mirage

Koalisi-masyarakat-sipil.jpg
(Annisa Thahira Madina/kumparan)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Koalisi Masyarakat Sipil meminta Kementerian Pertahanan membuka kontrak pembatalan pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 ke publik.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan meski diklaim belum ada uang negara yang dikucurkan atas upaya pembelian tersebut, proses pembatalan harus dibuka transparan ke publik.

Hal itu disampaikan saat Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dugaan korupsi terkait pembelian Mirage Kementerian Pertahanan ke KPK pada Selasa siang ini.

"Beberapa waktu lalu pihak Kemhan salah satunya melalui jubir Prabowo Subianto saudara Dahnil Azhar Simanjuntak [mengatakan] kontrak ini sudah dibatalkan," kata Kurnia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (13/2).

"Kita sebagai masyarakat, karena sudah telanjur terpapar oleh informasi terkait dengan kontrak tersebut, di mana ada indikasi kemahalan dalam proses pembelian tersebut, maka dari itu harus dibuka kepada publik kontrak yang dibatalkan itu yang mana. Dan juga harus ada dokumen administrasi yang menyatakan bahwa dokumen itu batal," imbuh dia.

Kurnia melanjutkan, lazimnya sebuah kontrak dalam hukum perdata ketika ada proses pembatalan, maka ada konsekuensi yang akan diterima oleh pihak yang membatalkan.

"Konsekuensi tersebut juga harus dijelaskan. Ketika konsekuensi itu misalnya dianggap sebagai wanprestasi, maka Indonesia harus membayar sejumlah uang dan itu bukan tidak mungkin dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara," ujar dia.

"Lagi-lagi kami tentu menyerahkan hasil analisa dari sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil kepada KPK," kata Kurnia.

Selain itu, Kurnia menyinggung temuan adanya dugaan penerimaan kick back 7 persen oleh pejabat Kemenhan terkait pembelian pesawat, juga harus dijelaskan.

"Ada juga informasi yang tersebar beberapa hari atau beberapa minggu ke belakang terkait indikasi kick back diterima oleh pejabat di Kementerian Pertahanan. Tentu kami masyarakat punya keterbatasan untuk mengakses bukti untuk memperoleh keterangan untuk memperoleh keterangan, untuk melakukan penindakan, penegakan hukum atau pro-justitia," ujarnya.

Menurut Kurnia, kerja sama internasional antara penyidik KPK dengan penyidik di luar negeri pun sudah banyak terjadi, seperti dalam kasus selain kasus Garuda ada kasus KTP elektronik. Terlebih dalam kasus ini, sempat tersiar kabar badan anti korupsi luar negeri mengirimkan surat terkait dengan permintaan penyelidikan terhadap pengadaan pesawat tersebut.



"Itu yang kami serahkan kepada KPK. Dan KPK sangat punya kemampuan baik SDM maupun pengalaman untuk mengadakan kerja sama proses penegakan hukum untuk memverifikasi," kata dia.

"Kalau ditanya apa indikasi tipikor yang kami laporkan, di penerimaan suap. Itu indikasi, kami punya keterbatasan sebagai Koalisi Masyarakat Sipil, kami serahkan pada KPK menelusuri kebenaran kick back pada seorang penyelenggara negara di Kemhan," jelasnya.

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, menambahkan, pembatalan Mirage seharusnya sudah bukan menjadi rahasia publik. Sehingga tak ada alasan prosesnya tak dibuka transparan.
Ia berharap usai dibuka transparan, masyarakat tak perlu lagi memperdebatkan kasus yang melibatkan Capres 02 Prabowo Subianto ini.

"Sederhana, ada enggak data dan dokumen yang dibuka pada saat konpers kemarin? Kalau dalilnya rahasia, segala sesuatu yang dibatalkan udah bukan rahasia. Kalau rahasia barangnya juga nggak tau apa. Ini kan tau pesawat Mirage, sama seperti gorden, laptop," kata Julius.

"Yang seharusnya dibuka, kami gak lihat dibuka. KPK ini punya direktorat koordinasi dan supervisi, kerja sama dengan lembaga antar kementrian dan lembaga. Kalau ada laporan Kemhan bisa ke KPK koordinasi, cross check, bukan konpers buat cerita yang datanya nggak dibuka," tandas dia.

Kasus Pengadaan Mirage 2000-5

Kasus ini mencuat usai sebuat berita termuat dalam situs agregator MSN berjudul Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation pada Jumat, 9 Februari.

Dilaporkan tengah ada penyelidikan oleh Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terhadap kontrak pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas antara pemerintah Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dengan pemerintah Qatar.

Disebutkan ada potensi mark up dan kickback 7 persen dalam transaksi ini. 12 pesawat jet tempur bekas Qatar itu disebut hendak dibeli senilai USD 792 juta atau setara Rp 12,4 triliun.

Pemberitaan tersebut juga menyebutkan indikasi pemberian kick-back sebesar 7% dari total kontrak, yakni sebesar USD 55,4 juta yang digunakan untuk pendanaan kampanye presiden pada Pilpres 2024.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, merujuk pada informasi resmi Kemenhan RI, nilai kontrak sebesar USD 66 juta per-unit untuk Mirage 2000-5 beserta beberapa item lain yang melekat.

Harga beli Indonesia terhadap Mirage 2000-5 sesuai kontrak tersebut jauh lebih mahal daripada harga beli pesawat yang ada di kisaran USD 30 juta, di beberapa sumber lain menyebutkan bahwa harga pesawat itu adalah USD 23 juta.

Dijelaskan juga, pesawat ini pernah dihibahkan ke RI pada 2009 tapi ditolak oleh Menhan Juwono Sudarsono karena perawatannya mahal. Namun kini justru Kemhan menggelontorkan uang untuk membeli pesawat tersebut.

Meski demikian, pihak Kemhan sudah buka suara. Menurut jubir Kemhan Dahnil Azhar Simanjuntak, rencana pembelian pesawat itu batal. Karena keterbatasan fiskal.

"Tidak ada pembelian pesawat mirage even itu direncanakan, namun sudah dibatalkan. Jadi tidak ada pembelian pesawat mirage, dan artinya tidak ada kontrak yang efektif di Kemhan terkait dengan pembelian mirage," kata Dahnil dalam konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (10/2).

Dia pun menuding informasi dalam berita yang beredar adalah hoaks dikutip dari kumparan.com