Janji Manis Capres-Cawapres Jelang 5 Pekan Pemilu, Terwujud atau Cuma Bualan?

Debat-capres-3.jpg
(Suara.com/Alfian Winanto)

RIAU ONLINE - Tiga pasangan capres-cawapres harus bekerja keras meyakinkan para pemilih dalam masa kampanye yang singkat. Mereka harus memenangkan hati rakyat melalui program-program unggulannya.

Janji-janji pun diumbar yang membuat rakyat berharap kelak akan terwujud jika capres-cawapres pilihan mereka terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Namun, siapa yang mampu mencerna dengan mudah 10 program unggulan Anies-Muhaimin, atau 17 program unggulan Prabowo-Gibran, atau 21 program unggulan Ganjar-Mahfud?

Apakah program itu akan benar-benar diwujudkan?

Dari sekian banyak program unggulan tersebut, ada beberapa yang menarik perhatian masyarakat. Misalnya, minum susu dan makan siang gratis untuk anak sekolah yang digaungkan Prabowo-Gibran.

Adapula program internet gratis yang ditawarkan Ganjar-Mahfud, dan tunjangan bagi ibu hamil sebesar Rp 6 juta selama 9 bulan untuk mencegah stunting yang disampaikan Anies-Muhaimin.

Di balik semua janji manis itu, ada konsekuensi berupa anggaran yang tidak sedikit untuk mewujudkannya.

Susu dan Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menilai butuh anggaran yang bisa mencapai lebih dari Rp 400 triliun untuk mewujudkan makan siang gratis untuk siswa sekolah di Indonesia. Angka ini hampir menyamai total anggaran perlindungan sosial di APBN 2024 yang sebesar Rp 493 trilliun.

Menurutnya, program makan siang gratis tersebut berpotensi menambah defisit anggaran jika tidak ada tambahan pendapatan negara untuk membiayainya. Tentunya, program makan siang gratis ini tidak bisa dijalankan dengan menambah utang pemerintah yang saat ini sudah mencapai Rp 8 ribu triliun.

Jika program makan siang cuma-cuma untuk pelajar sekolah negeri itu dihubungkan dengan progra penanganan stunting, maka menurutnya, seharusnya targetnya bukan hanya pelajar sekolah dasar, tapi seluruh masyarakat sangat miskin di berbagai pelosok daerah yang tidak dapat memenuhi gizi dasar mereka.

"Kalau mau dihubungkan dengan program peningkatan gizi untuk masyarakat kelas bawah, maka tidak bisa hanya anak sekolah. Karena anak sekolah itu ada yang miskin menengah, ada yang kaya. Jadi harus dikerucutkan lagi," ungkap Faisal, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu 9 Januari 2024.



Dia menyebutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semasa Anies Baswedan menjadi gubernur pernah menggunakan dana APBD untuk menyediakan makan siang gratis di daerah-daerah kantong kemiskinan. Program ini lebih tepat sasaran dan alokasi anggarannya tidak terlalu besar. Faisal menekankan program susu gratis juga tidak bisa dijalankan karena kebutuhan susu di Indonesia masih bergantung pada impor. Kalau program ini dipaksakan maka tidak ada dampak positifnya bagi ekonomi dalam negeri.

Prabowo saat berbicara di PWI Jakarta pada Kamis 4 Januari 2024 lalu, menyatakan siap memberi susu gratis bagi 82 juta anak Indonesia.

“Kalau mereka minum 500 cc, berarti kita butuh sekitar 40 juta liter. Berarti kita minimal perlu sapi perah, mungkin dua setengah juta sapi. Jadi mungkin kita harus impor satu atau satu setengah juta ekor sapi lagi,” kata dia. Prabowo tidak merinci lebih jauh bagaimana menutup anggaran impor sapi itu.

Internet Gratis, Andalan Ganjar-Mahfud

Sementara itu, capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar-Mahfud, menggagas program internet gratis sebagai satu dari sejumlah program unggulannya. Pasangan ini menilai program ini mirip subsidi kuota gratis di masa perebekana luas pandemi Covid-19 pada 2020-2022 lalu.

Program ini akan menyasar para pelajar, sebelum nantinya diperluas untuk publik. Ganjar mengaku masih memperhitungkan anggaran yang bisa dialokasikan untuk program tersebut, jika kelak ia duduk sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Pemerintah pernah memberikan subsidi internet gratis kepada siswa, mahasiwa dan pengajar selama masa pandemi Covid-19 di mana setiap bulan mereka menerima besaran kuota berbeda, antara 7 – 15 gigabyte. Sebagai contoh, pada 2021, Kementerian Keuangan mengalokasikan Rp 8,54 trilliun untuk program serupa.

Namun, Mohammad Faisal dari CORE, mempertanyakan sumber pembiayaan program ini. Apakah dari pemerintah, APBN, atau APBD? Serta, jumlah sekolah yang akan disasar dan waktu program berlangsung.

Menurutnya, kalkulasi anggaran sangat penting untuk dilakukan sejak awal agar tidak menjadi beban kelak.

Tunjangan Ibu Hamil, Program Andalan Anies-Muhaimin

Di sisi lain, capres-cawapres nomor urut 1, Anies-Muhaimin, menjanjikan untuk memberikan tunjangan khusus kepada ibu hamil sejak usai awal kehamilan. Mereka akan mendapat rangakaian perbaikan gizi dari pemerintah, terutama yang miskin dan tidak mampu. Meski begitu, Anies-Muhaimin tidak menyebutkan rangkaian perbaikan gizi yang dimaksud.

Menurut Muhaimain atau Cak Imin, program ini untuk menyelesaikan stunting di Indonesia. Awalnya, Cak Imin menyebut bahwa ibu hamil akan mendapat tunjangan sebesar Rp 6 juta selama 9 bulan, namun kemudian hal itu diklarifikasi.

Sementara itu, menurut catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), rata-rata ada 4,8 juta ibu hamil setiap tahun. Jika menggunakan pernyataan awal Muhaiman soal besaran tunjangan Rp6 juta, maka akan dibutuhkan anggaran sebesar, Rp28,8 triliun.

Faisal pun menegaskan, program ini bisa dijalan dengan konsekuensi anggaran. Menurutnya, harus jelas jumlah ibu hamil yang menjadi target. Mestinya, kata dia, ibu hamil dari kalangan miskin yang menjadi target untuk pencegahan stunting, bukan dari kalangan orang kaya.

Lebih jauh, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan tidak salah jika masing-masing pasangan capres-cawapres menawarkan program yang lebih praktis.

Meski begitu, ia menilai bahwa sebagian program yang ditawarkan memang kontroversial. Menurutnya, capres-cawapres sedianya mempersiapkan agenda dan programnya lebih matang, relevan, dan realistis.

Harus satu paket dalam artian ini program, gimana realisasinya, bagaimana pendanaannya, aturan mainnya, bentuk implementasinya saya kira memang begitu. Dan realistis ini tidak mudah artinya harus betul-betul digodok dengan baik dan juga tidak terpancing oleh keinginan menggebu-gebu untuk tampil akrabtif di hadapan masyarakat,” ujar Firman Noor.

Firman mengatakan, masyarakat saat ini lebih melek politik dan kritis, sehingga tidak mudah percaya dengan janji yang disampaikan oleh para capres dan cawapres. Terlebih mengingat luasnya penggunaan media sosial yang dapat menyampaikan informasi apapun dalam hitungan detik, dengan cakupan yang luar biasa luas.