Tradisi Jelang Natal, Nyekar Kuburan Tua Warga Keturunan Portugis di Pemakaman Gereja Tugu

Warga-di-makam-turunan-portugis.jpg
(Antara/Sugiharto Purnama)

RIAU ONLINE - Menjelang perayaan Natal, sejumlah warga nyekar di Pemakaman Gereja Tua, Kelurahan Sempet Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Minggu 24 Desember 2023.

Mereka membersihkan nisan dan menabur bunga di kuburan tua warga keturunan Portugis di pemakaman tersebut.

Kegiatan ini sudah menjadi tradisi menjelang Natal bagi mereka. Saat malam hari para kerabat akan datang membawa lilin sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhr yang terhubung dengan garis keturunan.

"Sekarang dibersihkan karena nanti malam ada tabur bunga dan menyalakan lilin," kata peziarah, Flora.

Flora datang ke pemakaman bersama putranya. Di sana, ia bolak-balik mengangkut air dari bak yang hanya lima langkah dari makam keluarganya itu.

Ia pun menggosok debu dan lumut yang memenuhi nisan dan keramik makam hingga kembali bersih dan mengkilap. Lalu, menyiramkan air ke makam-makam.

Pemakaman Gereja Tugu merupakan kompleks peristirahatan terakhir bagi orang-orang keturunan Portugis yang amsih bermukim di Kampung Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kawasan itu dipayungi pepohonan dikotil besar dan berdaun lebar yang menciptakan keteduhan.



Pendeta Eddy Rudolf Rade menyebut ada dua kegiatan yang saling berkaitan dalam perayaan Natal, yakni ibadah dan nyekar yang sudah menjadi tradisi warga Kampung Tugu.

Sejak sore mendekati remang-remang menjelang Natal, sejumlah warga akan membawa lilin dan meletakkannya di atas makam sembari menaburkan bunga.

"Itu (tradisi) masyarakat sekitar sini. Jemaat juga ada, tetapi yang bukan jemaat dari gereja lain juga ada, jadi itu terlepas dari ibadah. Mungkin, ibadah jam 5 sore mereka ikut, nanti jam 6 mereka nyekar atau habis dari jam 8 malam baru mereka nyekar ke makam," tutur Eddy.

Menurut catatan sejarah, Kampung Tugu merupakan satu di antara kampung tertua di Jakarta. Kampung ini ditempati nenek moyang atau generasi pertama warga negara Portugis sejak 1661.

Namun, bangunan Gereja Tugu yang berdiri saat ini bukanlah bangunan pertama dari gereja itu. Pada 1661, orang-orang Tuga yang tiba di Kampung Tugu beribadah dengan dilayani Jemaat Portugis di Jakarta, sekarang menjadi Gereja Sion.

Pada 1678 Pendeta Melchior Leydecker lantas membangun sebuah gereja yang pertama di luar Jakarta. Tak hanya digunakan untuk ibadah, gedung itu pun jadi sekolah.

Dua tahun kemudian, tepatnya 1680, orang Kristen di Tugu mencapai 800 jiwa. Pada 1700 terjadi wabah influenza parah hingga menewaskan banyak warga di Tugu.

Gereja Tugu kedua dibangun pada tahun 1738 untuk menggantikan gedung gereja pertama yang sudah rusak, sebagaimana dilansir dari Suara.com, Minggu 24 Desember 2023.

Pada 1740 bangunan gedung Gereja Tugu tahap II mengalami kerusakan saat terjadi pemberontakan etnis Tionghoa (China Onlusten) dan pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia, saat Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier berkuasa di Batavia pada 1737–1741.

Renovasi Gereja Tugu kembali dilakukan pada 1737 di bawah pimpinan Pendeta Van De Tydt yang dibantu pendeta keturunan Portugis kelahiran Lisabon bernama Ferreira d’Almeida dan orang-orang Mardijkers.

Atas bantuan seorang tuan tanah yang bermukim di Cilincing bernama Yustinus Vinck, pada 1744, gereja itu dibangun dibangun kembali dan rampung pada 29 Juli 1747 yang kemudian diresmikan pada tanggal 27 Juli 1748 oleh pendeta J.M. Mohr.