RIAU ONLINE - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Presiden Joko Widodo dan keluarga atas dugaan kolusi dan nepotisme terkait putusan kontroversial Mahmakah Konstitusi (MK) mengenai syarat capres-cawapres ke KPK.
Jokowi pun menanggapi santai laporan itu. Menurutnya, pelaporan tersebut bagian dari demokrasi.
"Ya, itu, kan, proses demokrasi di bidang hukum, ya," kata Jokowi di Hutan Kota by Plataran, Senayan, Selasa, 24 Oktober 2023, dikutip dari kumparan.
Jokowi menegaskan bahwa dirinya menghormati proses demokrasi yang berjalan.
"Kita hormati semua proses itu," pungkasnya.
TPDI menyampaikan laporan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 23 Oktober kemarin. Laporan ini terkait putusan MK yang mengubah syarat capres-cawapres.
Menurut Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, yang termasuk dalam TPDI, putusan MK yang mengubah Pasal 169 huruf q No.17 Tahun 2017 merupakan kolusi Istana dan MK. Ketua MK, Anwar Usman, yang juga ipar Jokowi dinilai sengaja meloloskan pengubahan syarat capres-cawapres agar Gibran bisa berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
TPDI meminta KPK untuk memproses dugaan adanya 'permainan' dalam putusan tersebut.
"Karena itu, TPDI melaporkan ke KPK pada hari ini, 23/10/2023, untuk diproses hukum guna memastikan apakah ada peristiwa pidana kolusi dan nepotisme dan jika ada maka siapa-siapa saja pelakunya," kata Selestinus dalam keterangan tertulisnya, Senin, 23 Oktober 2023.
Sementara itu, Istana menyebut bahwa sesuai prinsip hukum: siapa yang menuduh, ia yang harus membuktikan.
"Jadi hati-hati melaporkan hanya dengan asumsi tanpa bukti. Apalagi yang dituduh adalah presiden dan keluarga," kata KSP Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro dalam keterangannya.
"Terhadap pihak lain yang dituduh saya tidak berkomentar," imbuh dia.
Sedangkan Anwar Usman menyatakan dirinya taat pada konstitusi. Sementara MK sudah membentuk Majelis Kehormatan untuk mengusut laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.