RIAU ONLINE - Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, menyandingkan Gibran Rakabuming Raka dengan Perdana Menteri (PM) Indonesia pertama Sutan Sjahrir, yang memimpin negara saat berusia 36 tahun.
Airlangga menyebut anak muda bisa membawa perubahan dalam suatu negara. Menurutnya, Sutan Sjahrir menjadi sosok revolusioner dan PM pertama Indonesia.
"Kenapa Partai Golkar berpikir anak muda? Kita punya sejarah contohnya Sutan Sjahrir menjadi PM pertama sejak Indonesia diproklamasirkan oleh Soekarno Hatta umur 36 tahun. Dan Sutan Sjahrir adalah Kepala Eksekutif atau Kepala Pemerintahan," kata Airlangga saat menyampaikan sambutan di kantor DPP Partai Golkar, dikutip dari Suara.com, Minggu, 22 Oktober 2023.
Publik pun dibuat penasaran dengan sosok Sutan Sjahrir. Lantas siapa sebenarnya Sutan Sjahrir?
Sutan Sjahrir merupakan PM pertama Indonesia yang menjabat pada 1945. Ia dianggap sebagai seorang intelektual muda, karena mementingkan kepentingan bersama daripada politik.
Pemuda kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 5 Maret 1909 itu merupakan putra dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah. Ia menyelesaikan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda.
Menurut laman Kemendikbud, Sutan Sjahrir dikenal sebagai sosok pemberani yang sangat anti-Jepang. Sjahrir bahkan menjadi pemimpin bawah tanah di zaman kependudukan Jepang yang dengan berani mendengarkan siaran radio Sekutu meski nyawa taruhannya lantaran adanya larangan keras mendengarkan siaran radio. Sjahrir seperti tak kenal takut, ia menyimpan radio di lemari kamarnya untuk memantau kemenangan Sekutu, termasuk penyerahan Jepang.
Bersama Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir tidak kenal lelah menyerukan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia. Mereka menuangkan tulisannya melalui majalah Daulat Rakyat milik Pendidikan Nasional Indonesia.
Sayangnya, Sutan Sjahrir tidak sempat menamatkan kuliahnya lantaran harus melanjutkan pergerakan nasional menuju kemerdekaan. Ditambah lagi, semangat pergerakan di Indonesia menurun akibat pengawasan pemerintah kolonial Belanda yang ketat.