RIAU ONLINE, JAKARTA-Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) menggruduk Hotel Sultan dan meminta Pontjo Sutowo pemilik PT Indobuildco angkat kaki dan mengosongkan lahan seluas 13 hektare tersebut.
Pengelola GBK yang merupakan tangan panjang negara beralasan status Hak Guna Bangunan (HGB) Kawasan Hotel Sultan, Gelora Bung Karno (GBK) atas nama PT Indobuildco resmi berakhir.
Kawasan tersebut kini statusnya kembali dikuasai oleh pemerintah berdasarkan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Pengelola GBK pun memasang spanduk peringatan dengan ukuran besar, spanduk berwarna merah tersebut dipasang di area drop off yang berada di dekat lobi Hotel Sultan. Pemasangan spanduk itu dilakukan petugas keamanan GBK dengan dikawal sejumlah aparat kepolisian.
Spanduk itu bertuliskan 'Tanah Ini Aset Negara Milik Pemerintah Negara Republik Indonesia Berdasarkan HPL No.1/Gelora atas nama Sekretariat Negara RI c.q. PPKGBK dan telah dinyatakan sah oleh Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 276/PK/Pdt/2011'.
"Jadi tanah ini adalah secara sah dan meyakinkan sudah melalui pelbagai proses hukum itu adalah tanah milik negara," kata Direktur Umum PPKGBK Hadi Sulistia.
Pemburuan sejumlah aset milik negara yang dikuasai swasta selama ini memang marak dilakukan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya ada sejumlah aset besar yang berhasil diambil alih oleh negara. Pertama Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan kedua adalah Hotel Sultan.
Hotel Sultan yang baru diambil negara ini sebelumnya dikelola oleh PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo. Pontjo adalah anak dari mantan Direktur Pertamina pada era Orde Baru, Ibnu Sutowo.
Pontjo Sutowo diketahui merupakan seseorang dibalik adanya Hotel Sultan yang saat ini resmi diambil alih kepemilikannya melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Pengusaha tersebut mewarisi aset berharga dari sang ayah yakni Ibnu Sutowo, seseorang yang paling berpengaruh dan terkenal di masa Orde Baru.
Mulanya, Hotel Sultan merupakan usaha turun temurun dari ayahnya, yakni tokoh militer zaman Orde Baru yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. Ada beberapa hotel mewah yang dikelola oleh anak-anaknya seperti Bali Hilton, Lagoon Tower Hilton, dan Hotel Hilton yang kini dikenal sebagai Hotel Sultan.
Salah satu putra dari Ibnu Sutowo, yakni Pontjo Sutowo ini lah yang mendapatkan amanah untuk mengurus dan memiliki Hotel Sultan tersebut.
Oleh karenanya, Pontjo menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT Indobuildco yang tidak lain mengelola hotel tersebut.
Hotel Sultan selama ini dikuasai oleh keluarga Sutowo. Ternyata, pembangunannya menggunakan uang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Mulanya, Hotel Sultan ini dibangun dengan maksud untuk menjamu para tamu konferensi pariwisata se-Asia Pasifik di tahun 1971 silam yang rencananya dihadiri oleh 3.000 orang.
Pada saat itu, Indonesia mendapatkan mandat sebagai tuan rumah tetapi tidak mempunyai banyak hotel berskala internasional untuk bisa menampung para tamu.
Oleh karena itu, Gubernur DKI Jakarta yang saat itu menjabat yakni Ali Sadikin mengajukan surat kepada Pertamina untuk membangun hotel guna menjamu para tamu. Pada saat itu, Direktur Utama Pertamina dijabat oleh Ibnu Sutowo.
Ali mengajukan pembangunan hotel kepada Pertamina karena perusahaan negara tersebut sedang berada di masa kejayaan. Terlebih pihak swasta memang tidak diperkenankan untuk membangun hotel di lahan milik negara.
Permintaan dari Ali pun disetujui oleh Ibnu dan di tahun 1973, pembangunan hotel tersebut dimulai di bawah bendera PT Indobuildco dikutip dari suara.com