RIAU ONLINE, JAKARTA-Sejumlah pihak menilai majunya mantan terpidana kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2024 menandakan gagalnya partai politik (parpol) melakukan kaderisasi.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, parpol setidaknya harus memiliki aturan etik bagi para kandidat yang dijagokan maju dalam Pemilu.
Bivitri menilai, adanya mantan narapidana (napi) yang korupsi diusung menjadi caleg, menandakan partai politik gagal menciptakan kader berkualitas.
"Bagi saya, ini menandakan bahwa partai politik masih gagal menciptakan melakukan kaderisasi. Bayangkan begitu banyaknya orang-orang berkualitas," ujar Bivitri dalam siaran YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (30/8/2023).
Bivitri mengatakan, pihak yang paling dirugikan dalam adalah pemilih, dalam hal ini masyarakat. Menurut Bivitri, mayoritas pemilih jarang menaruh perhatian kepada rekam jejak kandidat.
Padahal, belasan calon yang ada dalam Daftar Calon Sementara (DCS) KPU merupakan mantan napi koruptor.
"Di situlah peran dari penyelenggara pemilu itu dan partai politik itu sangat dibutuhkan untuk menjadi filter proses Pemilu. Filter itu yang menurut saya sejauh ini masih belum berhasil untuk diterapkan," kata Bivitri.
Senada dengan Bivitri, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengemukakan, fenomena ini menunjukkan partai politik kekurangan kader yang bersih dari kasus hukum.
"Apakah partai kurang orang-orang yang setidak-tidaknya bersih dari catatan hukum, sehingga mereka (partai politik) harus menerima calon atau kandidat dari mantan terpidana korupsi," ucap Kurnia.
Selain itu, Kurnia memandang mencalonkan mantan napi koruptor dalam Pemilu menandakan partai politik hanya berpikir pragmatis.
"Mereka (partai politik) mengasumsikan para mantan terpidana korupsi dulu mengemban suatu jabatan publik, mempunyai basis massa yang besar. Kalau kita rekrut mereka (napi koruptor) maka ini akan menaikkan suara partai," lanjutnya dikutip dari suara.com
15 Napi Koruptor Maju Caleg
Merujuk pada data yang diungkap ICW, terdapat 9 caleg mantan narapidana koruptor, di antaranya sebagai berikut:
- Abdullah Puteh, nomor urut 1 Nasdem, daerah pemilihan atau dapil Aceh II. Mantan koruptor kasus pembelian 2 unit helikopter saat menjadi Gubernur Aceh.
- Rahudman Harahap, nomor urut 4 dari NasDem, dapil Sumatera Utara I. Mantan koruptor kasus dana tunjangan aparat Desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan.
- Abdillah, nomor urut 5 dari NasDem, dapil Sumatera Utara I. Mantan koruptor kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.
- Budi Antoni Aljufri, nomor urut 9 dari NasDem, dapil Sulawesi Selatan II. Mantan koruptor kasus suap penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
- Eep Hidayat, nomor urut 1 dari NasDem, dapil Jawa Barat IX. Mantan koruptor kasus Biaya Pungut Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) Kabupaten Subang tahun 2005-2008.
- Al Amin Nasution, nomor urut 4 dari PDIP, dapil Jawa Tengah VII. Mantan koruptor kasus penerimaan suap dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan.
- Rokhmin Dahuri, nomor urut 1 dari PDIP, dapil Jawa Barat VIII. Mantan koruptor kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.
- Susno Duadji, nomor urut 2 dari PKB, dapil Sumatera Selatan II. Mantan koruptor kasus pengamanan Pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.
- Nurdin Halid, nomor urut 2 dari Golkar, dapil Sulawesi Selatan II. Mantan koruptor kasus distribusi minyak goreng Bulog.
Sementara enam mantan koruptor lainnya mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI. Mereka di antaranya sebagai berikut:
- Patrice Rio Capella, nomor urut 10 dari dapil Bengkulu. Mantan koruptor kasus penerimaan gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumatera Utara.
- Dody Rondonuwu, nomor urut 7 dari dapil Kalimantan Timur. Mantan koruptor kasus dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang 2000-2004 (Saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang).
- Emir Moeis, nomor urut 8 dari dapil Kalimantan Timur. Mantan koruptor kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004.
- Irman Gusman, nomor urut 7 dari dapil Sumatera Barat. Mantan koruptor kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog.
- Cinde Laras Yulianto, nomor urut 3 dari dapil DI Yogyakarta. Mantan koruptor kasus dana purna tugas Rp 3 miliar.
- Ismeth Abdullah, nomor urut 8 dari dapil Kepulauan Riau. Mantan koruptor kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran tahun 2004, saat menjabat sebagai ketua otorita Batam.