Anies Baswedan Berharap Pilpres 2024 Bebas dari Politik Identitas

Anies-Baswedan37.jpg
(Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Anies Baswedan menanggapi serangan-serangan politik kepada dirinya menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Bahkan dalam beberapa waktu terakhir berembus kabar jika dirinnya kerap dijegal oleh lawan-lawan politiknya.

Merespons panasnya kontestasi politik kekinian, Anies Baswedan menanggapinya. Salah satunya pandangannya akan harapan kontes Pilpres 2024 yang akan dilakoninya.

Dalam wawancara bersama Rhenald Kasali, Anies mengatakan sejak bertugas menjabat kepala daerah di Jakarta sudah mengetahui adanya kampanye negatif yang dilakukan lawan politiknya.

"Ketika saya bertugas di Jakarta, saya melihat yang namanya penciptaan kampanye negatif terhadap lawan itu adalah kenyataan dalam pemilu," ungkap Anies dikutip melalui kanal Youtube Prof Rhenald Kasali.

Saat ditanya mengenai harapannya pada Pilpres 2024, Anies berharap semua calon presiden saling menghormati dan menghargai.

"Saling hormati, saling hargai di antara calon," katanya.


Anies juga menambahkan, menghargai itu dalam konteks perbedaan suku dan agama. Selain itu, paling penting menurutnya komunikasi antarpemimpin partai.

"Jadi kalau ada perbedaan apalagi yang ada perbedaan sukunya, perbedaan agamanya oke, nah yang penting pak, yang penting itu adalah para pemimpinnya komunikasi," ucapnya.

Tak hanya itu, ia juga menyampaikan kepada pendukung masing-masing capres agar mengingat batas bahwa mereka berasal dari bangsa dan negara yang sama.

"Kemudian yang kedua juga bagi pendukung, pendukung itu kita sama-sama tahu ada ambang batas bahwa kita itu se-Indonesia loh, kita itu sebangsa, setanah air," lanjutnya.

Mantan Mendikbud ini juga berharap jangan menggunakan politik identitas dengan kebencian.

"Jangan menggunakan politik identitas dengan kebencian, kalau saya mau memilih berdasarkan apa saja itu haknya (saya) pak," kata Anies.

Ia juga melanjutkan, ketika memilih nantinya jangan hanya karena berdasarkan suku dan agama.

"Nah yang hati-hati di sini, pak adalah ketika kita mengatakan bahwa 'oh, kita tidak boleh memilih berdasarkan suku, berdasarkan agama'," lanjutnya.

Bahkan dia menemukan contoh konkret dalam kehidupannya. Saat akan mencari calon wakil presiden (cawapres) harus melihat dari mana ormasnya berasal.

Hal itu masuk dalam kategori politik identitas.

"Lah wong contohnya pak, mau cari wapres, cari yang dari ormas apa? Dari ormas apa? Apa itu bukan identitas?" katanya dikutip dari suara.com