PDIP Kecam Aksi Ajudan Heru Budi Bentak dan Sikut Wartawan

Heru-Budi-Hartono4.jpg
(Suara.com/Fakhri)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Politikus PDIP Gembong Warsono menyesalkan gesekan antara para pengawal Pj Wali Kota DKI Jakarta Heru Budi dan wartawan. Pengawal Heru Budi dianggap kerap menghalangi wawancara dan bersikap arogan terhadap para jurnalis.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta ini mengatakan memang ajudan memiliki tugas untuk mengawal dan memastikan keamanan orang nomor satu di DKI itu. Namun, tidak seharusnya para ajudan menghalang-halangi wartawan untuk mewawancarai Heru secara berlebihan.

"Yah secara seharusnya, bahwa jabatan gubernur melekat pada ajudan ajudan, iya. Tapi ajudan tidak boleh menghambat komunikasi antara pejabat dengan wartawan," ujar Gembong saat dihubungi, Kamis (13/7/2023).

Menurutnya, keterbukaan informasi yang dilakukan para pejabat melalui kegiatan wawancara dengan jurnalis sangat penting. Apalagi, Heru memiliki tanggung jawab menjalankan roda pemerintahan di ibu kota.

"Karena di era keterbukaan seperti ini memang komunikasi timbal balik antara pejabat dan wartawan harus terbuka lebar," ucapnya.

Ia pun mengaku bakal membicarakan persoalan ini dengan Heru Budi secara langsung. Diharapkan segera dilakukan evaluasi agar nantinya pengamanan terhadap Heru tetap dijalankan tanpa menganggu masyarakat memperoleh informasi melalui media massa.

"Prinsip dasarnya itu jangan sampai terjadi jurang pemisah antara Pj dengan masyarakat dan media. Ini jadi jangan ada jurang pemisah. Maka efeknya tidak baik," pungkasnya.


Ajudan Heru Budi Intimidasi Wartawan

Sebelumnya, penjagaan ajudan Heru Budi diprotes para jurnalis di Balai Kota DKI. Pasalnya, para ajudan ini dianggap berlebihan saat mengawal Heru.

Salah satunya seperti yang dialami oleh jurnalis Suara.com, Fakhri saat meliput agenda kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dengan Bali pada Senin (10/7/2023) di ruang pola Balai Kota DKI.



Usai acara penandatanganan kerja sama kedua daerah itu, para jurnalis menunggu Heru Budi bersama Gubernur Bali, I Wayan Koster di titik konferensi pers. Awalnya, dipasang garis pembatas untuk memisahkan jurnalis dengan para pejabat yang akan menyampaikan keterangan.

Dorong hingga Bentak Wartawan

Karena garis pembatas kurang panjang, pihak Pemprov DKI menambah pembatas tambahan. Namun, petugas memasangnya lebih mundur dari garis sebelumnya.

Akibatnya, sejumlah wartawan yang sudah sesuai garis awal jadi melewati pembatas. Jurnalis suara.com yang masih berada sejajar di garis awal mendadak didorong oleh salah satu ajudan Heru.

"Mundur, mundur," ujar ajudan Heru itu sambil mendorong bahu Fakhri.

Tak terima didorong-dorong, Fakhri melepas tangan ajudan yang memegang bahunya.

"Iya pak, nggak usah dorong-dorong. Biasa saja," balasnya.

"Kamu enggak bisa dibilangin, kalau dikasih tahu nurut," jawab ajudan Heru dengan nada tinggi.

Padahal, saat itu garis pembatas baru saja dipasang dan para jurnalis yang melewati garis memang hendak mundur.

"Emang saya mau ngapain sih? Emang mau nyerang? Kan saya cuma liputan enggak membahayakan," jawab Fakhri.

Setelah konferensi pers, kejadian tak menyenangkan juga dialami oleh jurnalis Detik.com, Belia dan Republika, Haura. Keduanya hendak mengajukan pertanyaan sambil mengejar Heru Budi yang menuju ruang kerjanya.

Namun, salah satu ajudan dianggap menghalau secara berlebihan hingga keduanya hampir terjatuh.

"Tadi pas lagi mau doorstop Heru ajudannya kayak ngalangin gitu sampai kita (dan Haura) hampir jatuh. Untung ada yang nolongin (jurnalis lain)," jelasnya.

Tak sampai di situ, Belia yang masih mencoba bertanya kepada Heru sampai disikut oleh salah satu ajudan.

"Tadi disikut kencang banget kena bahu," tuturnya.

Jurnalis Arya Dita yang sudah beberapa tahun terakhir bertugas di Balai Kota juga mengeluhkan penjagaan berlebihan ajudan Heru. Dibandingkan Gubernur dan Wakil Gubernur periode sebelumnya, pengamanan terhadap wartawan saat itu terbilang lebih humanis.

"Emang sudah dari awal (Heru menjabat) pengamanan lebih ketat ya saat wawancara. Mungkin karena Heru Kasetpres (Kepala Sekretariat Presiden) ya jadi menerapkan protokol Istana Negara," pungkas Dita dikutip dari suara.com