Banyak Mudaratnya, Ini Hukum Menyalakan Petasan dalam Islam

Petasan-meledak.jpg
([Dokumentasi Kodim 0703 Cilacap])

RIAU ONLINE, MAGELANG-Baru-baru ini ledakan petasan merusak rumah dan menewaskan satu orang korban terjadi di wilayah Desa Giriwarno, Kecamatan Kaliangkrik Kabupaten Magelang Minggu (26/3/2023).

Akibatnya banyaknya kerugian yang ditimbulkan petasan, hukum menyalakan petasan dalam Islam pun dipertanyakan mengingat banyak sekali kejadian merugikan akibat bermain mercon selama bulan puasa Ramadhan.

Peristiwa ini menjadi peringatan agar warga menjadi lebih berhati-hati. Bagaimana ulama melihat kejadian tersebut? Apa hukum menyalakan petasan dalam Islam?

Informasi yang dihimpun dari Kepolisian Resor Magelang menyebutkan akibat ledakan petasan tersebut, sang pemilik rumah, Mufid (33) harus merenggang nyawa.

Sebelum meninggal Mufid sempat dilarikan ke RSUD Muntilan. Dari hasil olah TKP, ledakan diduga berasal dari sebuah karung yang digunakan untuk menyimpan bahan petasan.

Sementara itu, ada tiga korban luka yang merupakan tetangga Mufid. Ketiganya adalah Nurhayah (41), Naela Janur (17), dan Nailatul (18) yang saat ini masih menjalani perawatan di RSUD Magelang. Di samping itu, terdapat kerugian material berupa total enam rumah rusak berat dan lima rumah rusak ringan.



Hukum Menyalakan Petasan

Melansir NU Online, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur mengharamkan petasan. Alasannya petasan saat ini mengancam jiwa, mencederai orang, mengganggu orang, dan sia-sia. Pengharaman petasan ditetapkan pada 2007 silam oleh Wakil Rois Syuriah PWNU Jatim, KH Miftachul Akhyar di Surabaya.

Menurut dia, petasan semula digunakan untuk menandai kegembiraan menyambut Ramadan, sekaligus menandai waktu berbuka dan imsak seperti yang digunakan masyarakat di Tanah Suci, Makkah.

Budaya petasan ini pun diadopsi masyarakat Indonesia, bahkan diadopsi oleh para pejabat untuk menyelenggarakan perayaan tertentu. Namun, kini fungsi petasan sudah bergeser.

Petasan lebih banyak mudarat karena mengganggu orang serta membakar uang yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kepentingan lain.

Senada dengan hal tersebut, Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat bahwa menyulut petasan adalah perbuatan yang sia-sia dan mubazir. Apalagi jika petasan-petasan tersebut dibeli oleh pemerintah dengan menggunakan anggaran daerah, misalnya untuk merayakan tahun baru.

Majelis Tarjih mengumpamakan jika pada malam tahun baru ada ratusan juta masyarakat membakar petasan dengan harga Rp50.000 saja per petasannya, maka akan ada sekitar triliunan rupiah uang yang terbuang sia-sia. Hal ini tentu saja tidak hanya dipandang mubazir secara agama namun juga secara ekonomi.

Seperti itulah hukum menyalakan petasan dalam Islam menurut Nahdlatul Ulama dikutip dari suara.com