RIAU ONLINE, JAKARTA-Irjen Pol (Purn) Maman Supratman dan Rakhma Darma Putri selaku ayah dan istri AKBP Dody Prawiranegara menjadi saksi meringankan dalam lanjutan sidang perkara narkotika yang menjerat eks Kapolsek Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara di Pengadilan Negeri, Jakarta Barat, pada Rabu (15/3/2023).
Dalam kesaksiannnya, Rakhma mengaku pernah di telepon oleh eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
Dalam persidangan, Rakhma memberikan kesaksian tentang aksi Teddy yang memerintah Dody untuk bergabung dalam kubunya.
Kesaksian ini dibeberkan di hadapan Majelis Hakim, dengan memberikan rekaman percakapan antara Rakhma dengan Teddy.
Mulanya, dalam rekaman tersebut menyebut jika maksut tujuan Teddy menyuruh Dody untuk melakukan penukaran dan penjualan sabu, untuk penangkapan terhadap Linda alias Anita.
“Maksud saya gini neng biar paham, kenapa kita harus inikan settinggan, ini saya dapat infirmasi dari kepala BIN memang ini udah diincar lama, dibuntuti, padahal tujuan kita kan gak gitu,” kata Teddy, Rabu (15/3/2023).
Kemudian setelah penangkapan Anita, kata Teddy, Dody bisa kembali menjadi Kapolres Bukittinggi, lantaran sebelumnya Dody sempat dimutasi ke Kabag Ada Rolog Polda Sumatera Barat.
“Tujuan saya tuh supaya Dody bisa nangkep si Anita, lalu saya bisa usulkan ke Bukittingi lagi gitu,” ucapnya.
Mendengar pernyataan dari Teddy, Rakhma hanya menyebut kata siap.
“Siap,” kata Rakhma.
Setelahnya, Teddy barulah menyampaikan rencananya terkait meminta Dody untuk ikut bergabung bersama dirinya menjadi satu kubu saat persidangan.
Semua barang bukti yang ada para dirinya untuk dialihkan menjadi barang bukti milik Syamsul Maarif, yang saat itu menjadi orang kepercayaan Dody.
“Kalau ikut jadi satu sama saya, itu saya bisa meringankan Dody dan Dody meringankan saya. Dody juga bisa meringankan dirinya sendiri. Kita buang badan semuanya ke Arif. Gituloh neng paham ya neng,” beber Teddy.
Rakhma yang saat itu mendengar istilah membuang badan, kemudian menanyakan maksut perkataan tersebut. Teddy kemudian menjelaskan istilah tersebut.
“Buang badan itu maksudnya ini barang semuanya barang si Arif. Jadi misalnya itu ada barang di rumahnya Dody 2kg, bilang aja itu punya si Arif, bilang aja kirain isinnya kayu atau apa kek,” ucap Teddy.
Teddy juga menjelaskan, agar tidak menjadi sorotan publik, dirinya sudah merencanakan tim pengacara pengganti untuk Dody.
Sehingga meskipun berada dalam kubu yang sama, namun mereka berbeda bendera atau tim pengacara dalam persidangan.
“Nanti walupun jadi satu tapi nanti benderanya kita pisah,” ucap Teddy.
Teddy meminta Rakhma tidak perlu khawatir soal biaya sewa pengacara baru, karena ia berjanji bakal menanggung seluruh biaya untuk Dody, asalkan ia mau mengikuti rencananya.
Bahkan sejumlah uang untuk pengacara sebelumnya juga telah dipersiapkan jika mereka minta biaya ganti rugi karena pencabutan hak kuasa secara sepihak.
Terpenting saat itu, Rakhma hanya diminta, agar Dody mau menandatangai surat pemindahan kuasa terhadap dirinya kepada pengacara baru yang disediakan oleh Teddy.
“Pokoknya sampaikan saja ‘kata bapak, harus pisah dari Anita dan jadi satu sama bapak’. Nanti benderanya beda, sama bapak sudah diatur. Semua biaya dari bapak. Gitu ya,” ucapnya.
Penyatuan itu dilakukan oleh Teddy, dengan maksut agar mereka tidak saling menjatuhkan antara satu sama lain. Teddy meminta, Dody agar tetap berada dibarisannya saat persidangan.
“Basic bapak bilang jangan saling menjatuhkan, kita saling dukung rapatkan barisan. Caranya ya jadi satu lawyer itu. Lawyer penyidik harus di cabut,” kata Teddy.
“Kalau dia bilang jadi sorotan, nanti kita split. Jadi pake benderanya beda. Satu kubu benderanya beda. Ya. Oke neng, pokoknya kalau ada telepon yang aneh-aneh, angkat aja neng. Mungkin itu saya,” imbuhnya.
Diketahui, Teddy Minahasa merupakan salah seorang terdakwa perkara penilapan dan peredaran barang bukti sabu hasil tangkapan anggotanya.
Selain Teddy, masih ada sederet nama yang menjadi terdakwa dalam perkara ini, yakni AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto, Linda Pudjiastuti alias Mami Linda alias Anita Cepu, Syamsul Maarif, dan M Nasir alias Daeng.
Seluruh terdakwa didakwa dengan Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikutip dari suara.com