RIAU ONLINE, JAKARTA-Najmi Mumtaza Rabbany, eks Sekwil DPW PPP DKI Jakarta angkat bicara soal Plt Ketua Umum PPP Mardiono yang menyingkirkan gerbong Abraham Lunggana alias Haji Lulung, pendukung Anies Baswedan dalam kepengurusan PPP DKI.
Najmi menilai tindakan Mardiono hanya membawa bencana kepada partai lambang kakbah itu.
Najmi bersama tujuh orang ulama dan habaib di jajaran Majelis Syariah DPW PPP Jakarta disingkirkan Mardiono saat merombak kepengurusan.
Ia meyakini keputusan Mardiono ini hanya akan membawa pengaruh buruk bagi elektabilitas PPP DKI. Sebab, di era Haji Lulung menjadi Ketua DPW PPP DKI pada tahun 2021, para habaib dan ulama memang sengaja didekati agar ikut membesarkan PPP.
"Nah, kalau sekarang nama-nama tersebut hilang dari Majelis Syariah, ya betul itu para ulama yang sangat dekat dengan Haji Lulung, mereka adalah urat nadi PPP di Jakarta," ujar Najmi saat dikonfirmasi, Kamis (9/2/2023).
"Mengenai keputusan tersebut, dalam hal apa pun itu adalah keputusan yang memalukan itu adalah bencana," katanya menambahkan.
Apalagi, kata Najmi, DPP PPP juga tidak pernah mengajak para ulama tersebut untuk berbicara terkait rencana pemecatannya.
"Begitu juga dengan perombakan jajaran Pengurus Harian DPW PPP DKI yang jumlahnya mencapai 75 persen lebih. Tidak sesuai komitmen yang pernah dijanjikan," tuturnya.
Menurutnya, penyusunan pengurus seharuanys dilakukan dengan mengedepankan prinsip musyawarah, kebersamaan, dan persatuan dengan melibatkan para pihak.
Bahkan, proses rekonsiliasi kepengurusan melalui mediasi dan musyawarah tidak pernah dilakukan. Sehingga menghasilkan sebuah kepengurusan yang tidak aspiratif dan sangat tidak akomodatif.
"Termasuk juga putusan Mahkamah Partai DPP PPP yang dijadikan sebagai landasan perombakan pengurus, sampai hari ini kami tidak pernah terima salinannya. Atau, jangan-jangan putusannya sengaja disembunyikan," pungkasnya.
Copot Anak Lulung
Sebelumnya, tindakan Mardiono belakangan ini menuai kecaman dari anggotanya di Jakarta. Pasalnya, selain mencopot Guruh Tirta Lunggana dari Ketua DPW PPP DKI, Mardiono juga disebut memecat sejumlah ulama.
Hal ini disampaikan oleh Politisi senior PPP yang juga mantan Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta 2014-2019, Maman Firmansyah.
Selain menabrak AD/ART Partai, keputusan Mardiono mencopot anak mendiang Haji Lulung itu dianggap sebagai bagian dari operasi politik untuk menghancurkan suara PPP di Ibu Kota.
Karena itu, ia mempertanyakan keputusan Mahkamah Partai DPP PPP yang diklaim sebagai dasar perubahan SK DPW PPP DKI Jakarta. Apalagi, keputusan Mahkamah Partai juga disebutnya cacat hukum lantaran gugatannya tidak sesuai AD-ART dasar tentang masa waktu Formatur Musyawarah Wilayah (Muswil) PPP DKI.
Bahkan, alasan putusan Mahkamah Partai juga tidak pernah dibuka ke publik sampai hari ini.
"Ini sangat memprihatinkan, karena keputusan itu juga tidak berkorelasi dengan kepentingan perbaikan suara PPP di Jakarta. Bagi saya, ini kesewenang-wenangan dan (Mardiono) tidak mempunyai niat baik untuk memperbaiki suara PPP ke depan," ujar Maman.
Anggota Majelis Pertimbangan DPW PPP Jakarta ini juga mengatakan ulama yang dicopot Mardiono berasal dari internalnya. Di antaranya adalah, KH. Munawir Aseli, KH. Mahfud Asirun, KH. Nursofa Tohir, Habib Idrus Jamalulail, Habib Ahmad bin Hamid Al Aydid, Habib Abdurahman Ahmad Al Habsyi, dan KH. Ibrahim Karim.
Begitu juga sejumlah nama tokoh PPP yang cukup familiar di Jakarta juga hilang dari struktur kepengurusan harian DPW yang baru, yaitu Abdul Aziz yang mantan Ketua DPW PPP dan juga mantan Anggota DPR RI-DPRD DKI, serta mantan Sekwil DPW PPP PPP DKI Najmi Mumtaza Rabbany, yang juga putra Wakil Menteri Agama.
Mereka, disebut Maman sebagai tokoh-tokoh PPP yang potensial untuk mengembalikan suara umat ke PPP.
"Tokoh potensial dibabat habis, baik di pengurus harian maupun Majelis Syariah yang memang kita unggulkan tokoh-tokoh ulama yang berpengaruh di wilayah masing-masing, itu diberangus semua," jelas Maman dikutip dari suara.com
"Saya enggak tahu, ada pesan apa di balik ini semua?, apakah memang agar PPP tidak ada lagi pada Pemilu 2024 mendatang, atau bagaimana."