RIAU ONLINE - Duka mendalam yang rasakan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sejak kehilangan anaknya setelah terseret arus Sungai Aare, Swiss turut dirasakan penulis JS Khairen. JS menumpahkan kesedihan itu dalam sebuah tulisan "Surat untuk Sungai".
Sejak Emmeril Khan Mumtadz hilang terseret arus air pada 26 Mei 2022, hingga kini, Ridwan Kamil masih dirundung kekhawatiran, karena sang putra belum juga ditemukan. Padahal, berbagai usaha telah dikerahkan dengan bantuan kepolisian Kota Bern dan tim SAR.
Bahkan, Ridwan Kamil turut dalam pencarian itu. Di sebuah video yang beredar di media sosial, tampak Ridwan Kamil mengamati aliran air Sungai Aare.
Video itu begitu menyentuh hati para warganet yang menyaksikan, tak terkecuali JS Khairen. Meski tak kenal sosok Ridwan Kamil, namun sebagai sesama pria berstatus ayah, JS Khairen tahu bagaimana suasana hati dan pikiran Ridwan Kamil.
"Gak kenal kang Emil, gak terlalu sering ngikutin juga medsosnya, tapi entah mengapa kuat banget khawatir yang muncul. Kang, semoga doa-doa kami dan upaya-upaya yang dilakukan, bisa segera memberi jawaban," tulis JS Khairen lewat twitternya @JS_Khairen, seperti dikutip dari Suara.com, Kamis, 2 Juni 2022.
Melalui sebuah tulisan, penulisan yang sudah menghasilkan 15 karya berupa novel itu kemudian mengekspresikan perasaannya. Dalam twitternya, ia menyebut, tulisan itu sebagai "Surat untuk Sungai".
Tulisan luar biasa yang membuat ribuan pengikutnya di instagram maupun twitter turut merasakan kesedihan yang dirasakan Ridwan Kamil.
Berikut ini tulisan karya JS Khairen berjudul Surat untuk Sungai yang mengisahkan Ridwan Kamil:
Tangis paling mengerikan adalah tangis tak bersuara seorang ayah.
Tangannya menyentuh permukaan sungai nan dingin itu. Di dalam hati, ia berteriak. Semoga sentuhan barusan merambat sampai ke anaknya, yang entah berada di mana sekarang. Semoga, sentuhan itu memberi pesan.
Ia coba lihat-lihat ke dasar sungai. Namun yang terlihat malah hal lain; bayangan saat ia menggendong sang putra pertama kali. Saat hari pertama ia mengantarkannya ke sekolah. Juga saat bersorak bangga saat anaknya lulus.
Masih ia percik-percikkan permukaan sungai itu. Mungkin jika boleh bertanya, ia akan bertanya.
“Di mana anakku, sungai? Tenggelamkah? Di ujung sana menanti kedinginan kah? Sudah menepi? Terduduk di rumah seseorang sambil pengobatan cidera kah? Sungai, tolong beri tahu.”
Pria topi bundar itu runtuh. Setiap hari, jutaan ayah, jutaan orang, jutaan anak, juga khawatir dan ikut berdoa diam-diam untuk mereka. Barang kali kalau boleh ikut terjun ke sana, akan ada banyak ayah yang siap ikut terjun membantu.
Hai sungai yang dingin, tak cukup hangatkah doa yang kami kirim? Yang tiap buka gawai, entah bagaimana secara insting terus mencari berita Eril, Eril, Eril.
Gak kenal Eril, gak terlalu sering ngikutin Kang Emil. Namun beberapa hari belakangan, ada banyak orang yang secara tulus berdoa agar ia segera ditemukan. Tidak cukup hangatkah itu, wahai sungai?
Broadcaster of daily happines, begitu tulisan di bio IG si pria topi bundar. Kurang lebih maknanya adalah, sang penyiar kebahagiaan. Namun, beberapa hari ini ia tengah bersedih. Melihatnya bersedih, kita ikut-ikutan remuk.
Sungai, jika tangis diam-diam seorang ayah adalah tangis paling menakutkan, maka cukupkah tangis dan doa kami, supaya kau menghangat dan mereda? Tolong beritahu ia di mana.
Salam, J.S. Khairen, seorang ayah.