Putin Berencana Hadiri KTT G20 di Bali, Pemimpin Negara Barat Mau Datang?

Putin4.jpg
(newsweek.com)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Presiden Rusia, Vladimir Putin berencana menghadiri KTT G20 di Bali di tengah perang dengan Ukraina. 

Amerika Serikat dan sekutu-sekutu baratnya sedang menilai apakah Rusia harus tetap berada dalam Kelompok 20 ekonomi utama itu setelah invasi ke Ukraina, kata sumber yang terlibat dalam diskusi tersebut kepada Reuters.

Namun dukungan China secara tidak langsung banyak dipandang sebagai penolakan terhadap saran beberapa anggota agar Rusia dilarang terlibat dari kelompok tersebut.

Tetapi setiap langkah untuk mengecualikan Rusia mungkin akan diveto oleh sejumlah negara lain dalam kelompok itu, sehingga meningkatkan prospek bahwa beberapa negara kemungkinan tidak akan menghadiri pertemuan G20, kata sumber itu.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai ketua bergilir G20, mengatakan bahwa Putin bermaksud melakukan perjalanan ke Bali untuk menghadiri KTT G20 pada bulan November.

Presiden Rusia Vladimir Putin saat menghadiri konferensi virtual KTT Pemimpin G20 2020, dari Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia, 21 November 2020. (Sputnik/Aleksey Nikolskyi/Kremlin via Reuters)



Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan di Moskow, Rusia, 21 Maret 2022. (Mikhail Klimentyev, Sputnik, Kremlin Photo via AP)

"Itu akan tergantung pada banyak, banyak hal, termasuk situasi COVID, yang semakin baik. Sejauh ini, niatnya adalah ... ia ingin," kata Duta Besar Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers.

Ditanya mengenai saran agar Rusia dikeluarkan dari G20, ia mengatakan itu adalah forum untuk membahas masalah ekonomi dan bukan krisis seperti Ukraina. "Tentu saja pengusiran Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu menyelesaikan masalah ekonomi ini. Sebaliknya, tanpa Rusia akan sulit untuk melakukannya," katanya.

China, yang tidak mengutuk invasi Rusia dan mengkritik sanksi-sanksi Barat, membela Moskow, Rabu (23/2). China menyebut Rusia sebagai "anggota penting" G20. G20 adalah kelompok yang perlu menemukan jawaban atas isu-isu kritis, seperti pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.

"Tidak ada anggota yang memiliki hak untuk memberhentikan negara lain sebagai anggota. G20 harus menerapkan multilateralisme yang nyata, memperkuat persatuan dan kerja sama," katanya dalam jumpa pers.

Kementerian luar negeri Indonesia menolak mengomentari seruan agar Rusia dikeluarkan dari G20.

Rusia menghadapi serangkaian sanksi internasional yang dipimpin oleh negara-negara Barat yang bertujuan mengisolasinya dari ekonomi global, termasuk menutupnya dari sistem pengiriman pesan bank global SWIFT dan membatasi transaksi oleh bank sentralnya.

Pada Selasa (22/3), Polandia mengatakan telah menyarankan kepada pejabat perdagangan AS untuk mengganti Rusia dalam kelompok G20 dan bahwa saran tersebut telah menerima "tanggapan positif" dikutip dari VOA indonesia.com

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan para anggota G20 harus memutuskan tetapi masalah itu bukan prioritas sekarang.