RIAU ONLINE, JAKARTA-Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan menyebut mayoritas masyarakat Indonesia ingin Pemilu ditunda berdasarkan big data. Namun pernyataan itu dipertanyakan Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu.
Lewat cuitannya di akun Twitternya @Masinton dilihat Suara.com pada Senin (14/3/2022) ia nampaknya meragukan klaim big data yang dipakai Luhut tersebut.
"Sumbernya big data atau “big mouth” sihhh ??. #LordBicaraPenundaan," tulis Masinton.
Dihubungi kembali oleh Suara.com, Masinton meminta klaim big data tersebut sebaiknya dibuka dihadapan publik. Menurutnya, hal itu harus dilakukan demi transparansi.
"Sebagai bentuk transparansi kepada publik, baiknya klaim big data tersebut digelar secara terbuka," tuturnya.
Lebih lanjut, Anggota Komisi XI DPR RI tersebut mengatakan, semua harus jelas agar masyarakat atau publik tidak lagi mempertanyakan sumber big data tersebut.
"Agar publik tidak mempertanyakan klaim tersebut sumbernya big data atau big mouth?" tandasnya.
Sebelumnya, Luhut menyebut, memilki big data aspirasi masyarakat di media sosial terkait pemilu 2024. Dirinya mengklaim, memiliki 110 juta big data dari berbagai media sosial.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.
Dari data itu, Luhut menjelaskan, bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang serta menginginkan agar kondisi ekonomi ditingkatkan. Selain itu, masyarakat juga ingin politik ke depan membuat suasana seperti pemilu 2019 lalu.
"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, ingin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya dikutip dari suara.com
Selain itu, kata Luhut rakyat juga mengkritisi dana pemilu 2024 yang besaran mencapai Rp 100 Triliun. Seharusnya aspirasi tersebut itu didengar oleh partai politik.
"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kami coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dengan pilkada, kan serentak, ya itu yang rakyat ngomong," ucapnya.
"Nah, ceruk ini kan ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, PDIP, ada di PKB, ada di Golkar, ada di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kan dia akan lihat, mana yang mendengarkan suara kami, ya nanti dia akan lihat mana yang paling menguntungkan untuk suara kami," katanya menambahkan.