2 Jenderal Dianggap Tak Layak Jadi Panglima TNI, Salim Said: Jangan Terulang

Salim-Said2.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Menjelang masa pensiun Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, bursan Panglima TNI ramai dibicarakan.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan pensiun pada November 2021. Artinya sebentar lagi akan ada pengganti Hadi sebagai Panglima TNI.

Melihat rekam jejak dan persyaratan, ada tiga jenderal yang masuk bursa calon Panglima TNI. Tiga jenderal itu merupakan kepala staf angkatan dari masing-masing matra TNI.

Ada KSAD Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.

Jelang pergantian Panglima TNI, politisi DPR RI sudah mulai memberikan rekomendasi pada calon tertentu. Sebut saja politisi PDIP Effendi Simbolon yang menyatakan bahwa Jenderal Andika Perkasa lah yang akan menjadi Panglima TNI.

Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga kini belum membuat keputusan apapun mengenai siapa Panglima TNI selanjutnya pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.

Profil Yudo Margono: Calon Panglima TNI dari AL, Kerap Pimpin Misi  Strategis | kumparan.com

 

KSAL Laksamana Yudo Margono 

Menanggapi hal ini pengamat militer Salim Said meminta agar keputusan pengangkatan Panglima TNI diserahkan sepenuhnya ke presiden.


"Ini kaya pemilihan umum. Biarkanlah aja presiden yang milih ini kan hak prerogatif beliau. Kok jadi rame mau pemilihan Panglima. Biar itu urusan presiden," kata Salim Said dikutip dari YouTube TV One.



Salim Said mengatakan, mekanisme pemilihan Panglima TNI berubah sejak era reformasi.

"Kenapa? Karena dulu sembarang orang bisa jadi Panglima (TNI). Banyak yang tidak memenuhi syarat," kata Salim.

Salim Said menyebut nama Jenderal (purn) M Jusuf yang pernah menjadi Panglima TNI di masa Orde Baru. Menurut Salim, M Jusuf hanya pernah menjadi Panglima Kodam kecil di Makassar dikutip dari suara.com

"Ditarik ke Jakarta jadi Menteri Perdagangan. Naik naik naik akhirnya jadi Panglima TNI," katanya.

Begitu juga dengan pengganti M Jusuf sebagai Panglima TNI yaitu Jenderal Benny Moerdani.

"Pak Benny Moerdani itu paling tinggi pangkat militernya cuma Mayor komandan Batalyon RPKAD lalu sudah itu keluar dari kegiatan militer aktif. Naik naik naik jadi Panglima ABRI. Itu yang tidak boleh terulang,"jelas Salim.

KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo Minta Komandan Satuan Kenali Limitasi  Anggotanya - Mylesat

KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo

Bahkan ketika Presiden Soeharto mengangkat Jenderal Benny Moerdani sebagai Panglima ABRI, Jenderal Soemitro pernah protes ke Presiden Soeharto.

Bagi Jenderal Soemitro, Benny Moerdani belum layak jadi Panglima ABRI karena belum pernah memangku jabatan teritorial. Soemitro mengusulkan agar Benny Moerdani diberi jabatan teritorial dulu sebelum diangkat menjadi Panglima ABRI.

"Pak Harto bilang ga ada waktu lagi. Pak Mitro ga berani dong protes," cerita Salim Said.

Salim Said mengaku pernah bertemu Benny Moerdani di Mabes ABRI.

Dandim Gembrot Dapat Teguran Jenderal TNI Andika Perkasa - Bagian 1

KSAD Jenderal Andika Perkasa

"Beliau bilang pada saya, saya uda teken mati jadi intel ga mau jadi panglima tapi ini kan tugas," kata Salim menirukan ucapan Benny kepada dirinya kala itu.

Setelah Orde Baru tumbang, terjadi perubahan politik. Sehingga, kata Salim Said. untuk menjadi Panglima TNI harus punya pengalaman jadi kepala staf angkatan.

"Nah orang-orang ini semua memenuhi syarat. Ada satu soal berapa lama lagi mereka pensiun. Kalo sudah terlalu dekat waktunya mau pensiun ya repot dong kerjanya jadi panglima. Jadi presiden harus memperhitungkan berapa lama lagi orang ini pensiun. Kalo sudah dekat pensiun jangan dong diangkat. Jangan ngerecokin presiden," ujarnya.