RIAU ONLINE, JAKARTA-Riset menunjukkan berulang kali bahwa semakin banyak sebuah perusahaan memiliki manajer perempuan, maka akan semakin menguntungkan.
Karena itu sektor swasta dan publik harus mendukung kesetaraan gender dengan melindungi jalur bakat perempuan dari berbagai rintangan yang akan datang di masa depan.
Direktur & Chief Strategic Transformation and Information Officer PT XL Axiata Tbk (XL Axiata), Yessie D. Yosetya, mengingatkan pentingnya keberadaan “jalur bakat untuk perempuan” (female talent pipeline) guna memastikan kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menuju posisi manajemen senior di semua sektor industri.
Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, meski kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam memajukan ekonomi terus meningkat, namun jalur bakat bagi mereka dinilai justru semakin menyempit.
“Pada kenyataannya, menurut data Global Gender Gap Report (GGGR) 2021, hanya 27% dari peran kepemimpinan dalam posisi manajerial merupakan perempuan. Dalam hal kesetaraan gender, angka ini menunjukkan sedikit kemajuan dibandingkan dari satu tahun yang lalu, namun masih tetap kurang terwakilkan secara signifikan. Di tingkat global, hanya ada tiga pemimpin perempuan dengan kulit berwarna yang terdaftar sebagai CEO di perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500,” papar Yessie dalam kapasitas sebagai Chair dalam Forum G20 Empower Indonesia.
Menurut Yessie, kondisi tersebut terlihat semakin buruk lagi dengan adanya dampak dari pandemi Covid-19. Mengutip data Organisasi Buruh Internasional (ILO), pengurangan pekerjaan tahun 2020 lebih tinggi menerpa perempuan daripada kepada pria.
Oleh karena itu, pandemi juga memunculkan kendala baru bagi upaya meningkatkan kesetaraan gender di seluruh dunia, termasuk pada jalur bakat bagi perempuan.
Setelah berinvestasi pada pegawai perempuan saat mereka memasuki posisi junior, pengusaha tampaknya memang sering kehilangan keberadaan mereka karena gagal mempertahankan talenta di jenjang yang lebih tinggi.
Hal ini senada dengan kekhawatiran yang sempat mengemuka di dalam Forum Ekonomi Dunia 2020, bahwa ”terjadi hambatan dalam proses retensi perempuan dalam saluran bakat dan dalam promosi mereka ke peran kepemimpinan” yang sangat berpotensi mempengaruhi upaya peningkatan kesetaraan gender di kalangan swasta.
Data ILO juga menyebutkan, pada 2019, nilai keikutsertaan tenaga kerja perempuan adalah 27% di bawah nilai kaum pria.
Secara global, berdasarkan penghitungan pertimbangan populasi rata-rata, hampir 80% dari pria berumur 15-64 tahun berada dalam tenaga kerja versus hanya 52.6% dari perempuan dalam kelompok usia yang sama.
Hal ini merupakan sebagian dari penjelasan mengapa kesenjangan gender dalam keikutsertaan tenaga kerja bertahan di atas 35%, berdasarkan data GGGR 2021.
Untuk itu, Yessie menyerukan agar sektor swasta dan publik fokus melindungi jalur bakat perempuan dari berbagai rintangan yang akan datang di masa depan sebagai upaya memperjuangkan kesetaraan gender.
Menurutnya, pada pleno kedua Forum G20 Empower yang berlangsung pada 4 Mei 2021 lalu, berhasil dirumuskan beberapa langkah yang dianggap efektif dan diperlukan untuk segera dilaksanakan.
Pertama, mengubah kultur dan pemikiran mengenai peranan perempuan di tengah kehidupan masyarakat dan bisnis. Stereotipe dan bias gender atau penentangan pada kesetaraan gender menjadi salah satu faktor kendala terbesar yang menghambat jalur bakat perempuan di banyak sektor.
Untuk itu diperlukan langkah konkrit yang bisa menunjukkan meningkatnya kepekaan gender, antara lain bisa berupa pemberian akses teleworking di tempat kerja yang fleksibel, pemberian retensi, dan pelatihan. Selain itu kesempatan pada suksesi, promosi jabatan, hingga tranparansi atas kesetaraan upah.
“Riset telah menunjukkan berulang kali bahwa semakin banyak sebuah perusahaan memiliki manajer perempuan dan menjunjung tinggi kesetaraan gender, maka akan semakin menguntungkan. Kuota atau target dalam dunia bisnis dapat memastikan bahwa perempuan yang memenuhi syarat tidak lagi ditolak akses mereka dalam posisi manajemen karena jenis kelaminnya,” lanjut Yessie.
Kedua, memperbaiki kerusakan sistem. Meskipun pemimpin bisnis masa kini telah mewariskan kultur perusahaan dan industri di mana kaum perempuan ikut berpartisipasi pada tingkat junior, menengah, dan senior, namun tetap saja sangat kurang pada tingkat pimpinan manajemen senior.
Mereka kurang efektif dalam meningkatkan kesetaraan gender, termasuk kurang maksimal membantu perempuan dalam melanjutkan jalur profesional mereka.
Yessie mengajak para pemimpin dari sektor swasta di Indonesia untuk bekerjasama mengatasi dampak pandemi Covid-19 dan sekaligus memperkuatkan kesetaraan gender hingga tingkatan kepemimpinan.
Hal-hal konkrit yang bisa dilaksanakan sangat jelas seperti yang sudah disebutkan di atas. Selain itu, saat ini perempuan memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dalam kepemimpinan, sekaligus berpartisipasi lebih banyak dalam penanganan dampak pandemi.
Dalam aliansi G20 Empower Indonesia, selain Yessie selaku Chair, terdapat juga Rinawati Prihatiningsih dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) sebagai Co Chair. Sedangkan wakil dari pemerintah diwakili oleh Eko Novi selaku Asisten Deputi Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Dalam upaya mengusung kesetaraan gender, selain bekerja sama dengan Kementerian PPPA melalui program Sisternet, XL Axiata juga menyediakan program peningkatan kapasitas pegawai, seperti Axiata Champion dan Xseed Program, di mana pegawai yang terpilih mendapat kesempatan pendampingan karir.
Dengan memiliki 240 pegawai di level pimpinan, 29,6% di antaranya adalah perempuan, XL Axiata hampir menutup kesenjangan sesuai dengan norma nasional sebesar 30%.
Selain itu, dua orang dari enam direksi adalah perempuan, yaitu Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini, dan Direktur & Chief Strategic Transformation and Information Officer XL Axiata, Yessie D. Yosetya. Yessie juga ditunjuk secara resmi menjadi chair dari G20 Empower mewakili Indonesia.