RIAU ONLINE, JAKARTA-Berbeda dengan di luar negeri, warga Indonesia masih dihantui ribetnya alur vaksin. Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Siti Nadia Tarmizi M Epid mengungkap alasan prosedur ribetnya alur vaksin di tanah air.
Seseorang yang ingin vaksinasi COVID-19 seringkali tidak bisa go show atau datang langsung tanpa harus registrasi terlebih dahulu.
Berbeda dengan di Amerika Serikat (AS), melaksanakan vaksinasi COVID-19 seperti pergi ke warung. Cukup bilang 'Bu, saya mau vaksin!' sambil menyerahkan nama, tanggal lahir, dan alamat, vaksin pun mendarat di dalam tubuh. Bahkan, kalau vaksin yang tersedia lebih dari satu jenis, tinggal tunjuk mau yang mana.
Menurut Nadia, kepatuhan administrasi masih menjadi kendala vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Itu mengapa orang yang tinggal di Jakarta tapi tidak memiliki KTP DKI Jakarta, masih harus menyerahkan surat keterangan domisili atau surat kerja.
"Karena kita kan membagi vaksin berdasarkan jumlah penduduk. Kan kita enggak punya data tentang domisili. Di Dukcapil itu kita punya data berdasarkan jumlah penduduk. Ini semua kan berbicara mengenai bagaimana kontrol kita terhadap penggunaan vaksin," kata Nadia saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Rabu malam, 23 Juni 2021.
Warga Amerika divaksin
Nadia meyakini bahwa prosedur vaksinasi COVID-19 yang terlihat 'ribet' bukan karena stok vaksin Corona yang digunakan.
"Jadi begini, masalah stok kan sebenarnya, pastinya tidak akan bisa untuk sekaligus. Sasaran kita nanti 41 juta, tapi kan vaksin yang datang itu tidak datang sekaligus. Karena vaksinnya tidak datang sekaligus, tentunya kalau melihat kondisi tersebut, pasti membutuhkan pembagian," kata Nadia dikutip dari Liputan6.com
"Artinya, harus ada prioritas distribusi, tidak bisa sekaligus semua rata. Kita tahu misalnya ada kabupaten yang sasarannya 100.000, tapi di tahap awal kita baru bisa kirim 50.000, jadinya dia barus bisa vaksinasi untuk 50.000 orang dulu," Nadia melanjutkan.
Sistem Administrasi Membuat Vaksinasi COVID-19 RI Ribet
Di sisi lain, kata Nadia, terkait dengan surat domisili atau surat keterangan kerja adalah pemenuhan kepatuhan administrasi karena pemerintah membagi sesuai jatah membuat alur vaksin ribet.
"Jangan sampai kemudian kita malah tidak tahu vaksinnya didistribusikan ke mana saja dan kepada siapa saja. Lebih kepada rentang kendali," ujarnya.
Sementara di AS, lanjut Nadia, sistem administrasinya sudah lebih baik. Maka tidak heran jika warga di Negeri Paman Sam tersebut dengan mudah mendapatkan vaksin.
"Jelas beda dong. Jangan bandingin sistem administrasi kita dengan Amerika, yang tinggal menunjukkan KTP atau ID, begitu di-scan sudah langsung terintegrasi semua. Gampang. Jadinya bisa kelihatan orang ini mendapatkan vaksin ini," kata Nadia.
"Di Indonesia, masyarakat kita saja kadang-kadang masih ada lho yang enggak punya KTP," Nadia menambahkan.
Dengan kata lain, sistem administrasi di Indonesia sampai dengan saat ini belum terintegrasi untuk orang-orang yang domisilinya misal di Jakarta tapi tidak ber-KTP DKI Jakarta. Sehingga sistem tidak bisa menangkapnya.
"Jangan-jangan dia enggak pernah kalau dia tinggal di Jakarta, kan bisa juga," kata Nadia.
"Kita tahu nih pendatang 2x24 jam harus lapor RT dan RW, lalu buat surat keterangan bahwa dia tinggal di situ. Coba lihat, yang paling gampang, ART, berapa banyak ART yang enggak lapor?," dia menekankan.
Kalau tidak dengan cara seperti itu, malah semakin kacau balau jadinya.
"Kalau kemudian tidak pakai surat domisili, enggak pakai apa, bagaimana dong? Dia datang nih ke Puskesmas DKI, bagaimana DKI mem-verified misalnya KTP dia Blitar kenapa dia divaksinasi di DKI Jakarta," kata Nadia menjelasnya alasan ribetnya alur vaksin di Indonesia.