RIAU ONLINE, JAKARTA-PNS diwacakan akan mendapatkan bantuan pulsa sebesar Rp 200 ribu per bulan pada awal 2021.
Bagaimana dengan nasib ASN atau honorer yang bekerjadi instansi pemerintah.
Sebab rencana itu dikecualikan untuk tenaga honorer dan pegawai outsourcing yang ada di instansi pemerintah.
Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan seharusnya pemerintah tidak membeda-bedakan golongan dan memberikan bantuan tersebut kepada semua masyarakat.
"Bikin iri dan (menimbulkan) kecemburuan sosial karena PNS itu kan ada yang kontrak, ada yang macam-macam. Pegawai honorer kalau nggak dapat itu kecemburuan bisa muncul di internal masing-masing kementerian. (Bisa) mempengaruhi kinerja PNS," kata Trubus kepada detikcom, Minggu 23 Agustus 2020.
Selain akan menimbulkan kecemburuan sosial di lingkungan kementerian/lembaga (K/L), masyarakat di luar PNS juga dinilai akan merasakan hal serupa seperti kalangan guru-dosen, hingga anak sekolah yang juga sangat bergantung dengan teknologi informasi dan komunikasi (infokom) dalam melaksanakan kegiatannya di masa pandemi.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Menurutnya, masyarakat semua golongan harus diberikan keringanan untuk biaya pulsa.
"Kalau sekarang cuma PNS, bagaimana dengan anak-anak sekolah, (tenaga) honorer tapi dia harus ikut webinar, kan bayar. Kalau mau menolong jangan hanya sektor PNS saja, harus semuanya karena anak-anak juga kan belajar pakai internet," ucapnya saat dihubungi terpisah.
Siapa yang lebih pantas dapat bantuan pulsa
Trubus menilai yang paling butuh bantuan pulsa adalah guru-dosen beserta anak muridnya. Sebab kegiatan belajar mengajar di masa pandemi dialihkan menjadi virtual.
"Menurut saya yang paling butuh banget guru dan dosen. Muridnya juga butuh sebenarnya," ucapnya.
Menurutnya pegawai di tingkat kementerian sebenarnya tidak perlu lagi diberikan alokasi anggaran pulsa karena sudah ada tunjangan tersendiri yang bisa dialihkan untuk pulsa.
"Kalau di tingkat ini (kementerian) nggak (butuh) karena kalau yang punya jabatan itu sudah punya tunjangan jabatan, tunjangan sendiri. Sebenarnya itu (uang) transport-nya sudah otomatis nggak keluar, jadi dari transport saja sudah cukup," tuturnya.
Sedangkan Agus menilai semua masyarakat harus dibantu untuk biaya keringanan pulsa. Pemerintah tidak boleh membeda-bedakan golongan karena di masa pandemi seperti ini semua masyarakat harus dibantu.
"Semua rakyat (butuh pulsa). Susah kalau dibeda-bedakan dalam situasi krisis. Jadi semua masyarakat harus dapat seperti yang diterapkan Malaysia semua orang dapat uang cash untuk supaya bisa belanja," terangnya.
Sementara Agus menyarankan ketimbang insentif diberikan kepada PNS untuk keringanan pulsa, sebaiknya pemerintah memberikan subsidi kepada operator jaringan seluler (provider).
Dengan begitu, bisa menjangkau masyarakat lebih luas agar bisa mendapatkan pulsa lebih murah.
"Jadi hulunya yang harus dibiayai supaya murah selama COVID ini. Jadi si operatornya harus jual murah tapi dia kurang, nah kurangnya itu ditambah oleh negara melalui anggaran itu karena kalau tidak, kacau lagi semuanya. Ada yang nggak dapat, ada yang dapat, sementara anak-anak sekolah seluruh Indonesia harus dapat," katanya.
Intinya, pemerintah harus memberikan subsidi kepada operator seperti mensubsidi listrik.
"Cara yang paling tepat menurut saya adalah subsidi artinya ada dana yang masuk ke operator. Jadi si operator harus menjual pulsanya tidak mahal, caranya pemerintah harus membayari sama persis seperti listrik. Jadi tidak diberikan cash kepada orangnya, tapi si perusahaan itu diberi insentif supaya dia jual murah, kan semua bisa pakai masyarakat," jelasnya.
Artikel ini sudah terbit di Suara.com