RIAU ONLINE, JAKARTA-Tinggal di dekat Istana Kepresidenan bukan jaminan bagi Syahrul bisa belajar daring dengan mudah.
Walau tinggal tak jauh dari Istana Merdeka tak membuat orang tuanya yang miskin mendapatkan bantuan untuk proses belajar online.
Syahrul tak memiliki ponsel pintar sebagai perangkat utama untuk belajar sehingga harus meminjam handphone milik temannya.
Yeni, orang tua Syahrul mengatakan kesulitan anaknya itu sudah dialami sejak awal sekolah online diberlakukan 10 April lalu ketika Jakarta resmi menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Saat itu Syahrul sempat punya ponsel pintar tapi dimaling oleh orang tak bertanggungjawab.
"Dulu sempat ada, sebelum corona HP baguslah lumayan. Tapi dimaling (dicolong)," ujar Yeni saat dihubungi, Kamis 20 Agustus 2020.
Yeni mengaku setelah itu tak punya uang untuk membeli smartphone bagus karena sang ayah selaku tulang punggung keluarga harus dirumahkan dari pekerjaannya sebagai kuli bangunan.
Namun karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mengharuskan memiliki perangkat internet, maka ia membeli HP murah.
Ia menggunakan uang dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) Rp 250 ribu untuk membelinya.
"Sebulan PSBB tuh beli lah HP murah, Samsung Young. Pakai uang KJP kan kebetulan cair tuh," kata Yeni.
Namun HP itu disebutnya tak bisa mengakomodir kegiatan anaknya untuk sekolah online.
Pasalnya ponsel jadul itu sudah tak lagi diperbarui untuk bisa menggunakan aplikasi belajar yang diperlukan.
Akhirnya Syahrul terpaksa ikut belajar menggunakan ponsel pintar milik temannya untuk belajar sehari-hari.
Anaknya itu harus rela berbagi layar mendengarkan penjelasan guru dengan temannya.
Bahkan untuk tugas yang dikirimkan, Syahrul harus minta tolong temannya untuk diunduhkan (download).
Setelah itu ia baru mengerjakannya di rumah dan melaporkannya ke guru melalui WhatsApp.
"Ya kan enggak enak juga ya setiap hari harus nebeng teman. Pengen beli sendiri enggak ada uangnya juga. Buat sehari-hari saja sudah sulit," tuturnya.
Artikel ini sudah terbit di Suara.com