(istimewa)
Jumat, 7 Agustus 2020 11:10 WIB
Editor: Joseph Ginting
(istimewa)
RIAU ONLINE, MEDAN-Saksi kasus pembunuhan yang dianiaya hingga babak belur oleh anggota polisi dari Polsek Percut Sei Tua, Kota Medan, Sarpan (57), buka-bukaan soal bagaimana ia dianiaya oleh polisi.
Sarpan mengaku masih tidak habis pikir dengan peristiwa yang dialaminya, Padahal Ia sudah berkata jujur saat diminta keterangan oleh penyidik pada 2 hingga 5 Juli lalu.
“Saya dipukul, ditendang. Dipukul pakai rotan,” kata Sarpan kepada wartawan, Kamis 6 Agustus 2020.
Hingga saat ini, Sarpan mengaku belum sepenuhnya pulih. Meski sudah pulang dari rumah sakit, bagian tubuhnya terkadang masih terasa nyeri saat berjalan.
“Sampai sekarang ini masih sakit ini, kalau batuk dan bersin tambah sakit ini (dada), bagian kiri,” ucap dia.
Sarpan, saksi pembunuhan yang diduga dianiaya personel Polsek Percut Sei Tuan
Dalam kasusnya, Sarpan menjadi saksi kasus pembunuhan terhadap temanya Dodi Sumanto di Jalan Sidomulio di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Kamis 2 Juli 2020.
Dodi yang merupakan kernet Sarpan diduga dibunuh anak pemilik rumah bernama Anjar. Ia dibunuh saat sedang merenovasi rumah di Jalan Sidomulyo.
Sarpan menuturkan, dalam pemeriksaan ia terus ditekan agar mengaku sebagai pembunuh, lehernya sampai disetrum. Aksi penyiksaan itu dilakukan seorang oknum polisi sebanyak dua kali.
“Selama saya menyebut (pembunuhnya) Anjar itu, penyiksaan ke saya makin kejam,” tutur dia.
Baca Juga
Sarpan, saksi pembunuhan yang diduga dianiaya personel Polsek Percut Sei Tuan
Setelah mengalami serangkaian penyiksaan, Sarpan dimasukkan ke dalam ruang tahanan yang dihuni 20 orang.
Di sana, lelaki yang berprofesi sebagai tukang bangunan juga ini disiksa tahanan penjara dan juga dipukul.
“Di sana dihajar lagi. Disuruh telentang, kemudian dipijak, dihajar lagi,” keluhnya.
Sarpan sendiri baru dibebaskan setelah warga berunjuk rasa di depan Mapolsek Percut Sei Tuan.
Usai dibebaskan, Sarpan langsung dirawat di Rumah Sakit Haji Medan selama hampir seminggu. Sedangkan biaya pengobatannya dibantu warga dan keluarganya.
Sarpan mengaku mengalami trauma berat. Dia juga mengaku mengalami disfungsi ereksi atau impotensi.
“Mungkin karena dipijak-pijak di bagian perut ini, sudah tidak normal lagi,” kata dia.
Kini, Sarpan hanya menginginkan dua hal setelah penyiksaan itu. Pertama, ia ingin oknum polisi yang menganiayanya dipidana sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Harapanya saya, soal kasus ini diungkap terus, (termasuk) masalah pemukulan oleh oknum polisi itu kan, macam mana kejadiannya diungkap terus lah, itu aja,” ujar Sapran.
Terakhir, Sarpan meminta ganti rugi. Sebab semenjak aksi penganiyaan tersebut kini dia tidak bisa bekerja lagi.
“Iyalah, ya kita ini selama ini makan dari mana? Biaya anak sekolah dari mana, itu sekarang. Saya Kayak gini cari makan nggak bisa,” tutur dia.
Polisi Tak Merespons soal Kasus Penyiksaan Terhadap Saksi itu Kapolrestabes Medan, Kombes Riko Sunarko, saat dikonfirmasi soal perkembangan kasus Sarpan belum menjawab pertanyaan kumparan. Begitu juga dengan pesan WhatsApp.
Padahal, Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, sudah angkat bicara terkait kasus ini. Dia menegaskan ada penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh penyidik.
“Semangat mereka mau mengungkap kasus pembunuhan terhadap korban Dody Sumanto. Namun salah dan menggunakan kekerasan terhadap saksi,” kata Martuani.
Martuani menuturkan, anggotanya yang terlibat mulai dari penyidik hingga kapolsek telah diberi sanksi. Mereka diberi sanksi dengan penempatan khusus. Bahkan, struktur jabatan di Polsek pun telah diganti.
“Semua anggota yang terlibat mulai dari penyidik pembantu, Kanit Reskrim sampai Kapolsek sudah kita kenakan sanksi sebagai berikut; mereka ditempatkan di tempat khusus dan jabatannya kita ganti,” ujar Martuani.
Sementara Kabid Humas Polda Sumut menyebut ada sembilan polisi yang dinyatakan terlibat dalam permasalahan ini.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com