Pernah Ditolak Karena Tak Punya Sepatu Puma, Kini Punya 268 Pesawat

Rusdi-Kirana.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Kisah sukses tak datang dalam sekejap. Ada banyak ritangan yang harus dihadapi sehingga bisa menggenggam impian.

Hal itu juga dialami Rusdi Kirana. Sang Pemilik maskapai Lion Air. Rusdi yang dibesarkan dalam keluarga sederhana harus melalui banyak rintangan untuk mencapai kesuksesan. 

Pria yang lahir di Cirebon, 17 Agustus 1963 ini berasal dari latar belakang keluarga pengusaha. Sejak kecil dirinya juga sudah dikenalkan dengan dunia usaha. Ia diajarkan untuk hidup hemat dan menjadi seorang pekerja keras.

Masa kecil Rusdi penuh dengan kesederhanaan dan serba hemat. Dirinya tak memiliki sepatu Puma seperti anak kecil lainnya.

Suatu ketika, Rusdi sempat mencintai seorang perempuan, tetapi cintanya kandas karena si wanita menolak. Perempuan itu menolak Rusdi dengan alasan Rusdi tak memiliki sepatu bermerek Puma. 

Peristiwa itu menjadi salah satu motivasi Rusdi untuk bekerja keras. Ketika masih remaja, Rusdi memulai bisnisnya dengan menjual mesin tik bermerek ‘Brother’.

Dari sana ia hanya mampu mengantongi penghasilan Rp 95.000 tiap bulan. 

Ketika kuliah, Rusdi mulai menjalankan bisnis lain. Saat itu ia menjadi calo tiket di Bandara Soekarno-Hatta.

Ketika itu karier bisnisnya meningkat. Di tahun 1990, ia dan kakaknya membuka usaha biro perjalanan ‘Lion Tour’.

Bisnisnya terus berkembang hingga tahun 1998. Kala itu, era reformasi membawa peluang bagi Rusdi untuk berada di puncak kariernya.



Berkat tabungan dari biro perjalanan miliknya, Rusdi dan saudara kandungnya, Kusnan Kirana, mampu membeli sebuah pesawat bekas.


Singkat kata, berawal dari moncernya biro perjalanan itu, sebuah perusahaan maskapai penerbangan bernama Lion Air lalu didirikan Rusdi dan Kusnan dengan modal nekat.

Rusdi tak berpikir apakah ia memiliki kemampuan dan keuangan yang cukup. Saat itu, ia hanya memiliki modal Rp 9 Miliar yang dia dapatkan dari keluarga dan tabungan biro perjalanannya. 

Dengan modal itu, Rp 6,5 miliar dihabiskan untuk menyewa pesawat. Sedangkan sisa Rp 2,5 miliar lainnya ia gunakan sebaik-baiknya untuk perawatan pesawat, perekrutan karyawan, pemasaran, dan penjualan tiket.

Seragam pramugari Lion Air bahkan didesain sendiri oleh Rusdi dengan kain yang ia beli di sebuah pasar di Bandung. 

Di tahun 2000, Rusdi mengajukan izin ke Kementerian Perhubungan. Tetapi idenya malah ditolak dan diremehkan, disebabkan karena Rusdi yang sama sekali tak memiliki latar belakang atau pengalaman di dunia penerbangan.

Meski diremehkan, Rusdi tak patah semangat. Menurutnya, selama ada kemauan dan kerja keras, tidak ada hal yang tak mungkin.

30 Juni 2000, Lion Air akhirnya resmi beroperasi dengan dua pesawat Boeing 737-200.

Kedua pesawat itu melayani rute Jakarta-Pontianak dengan nama perusahaan PT Lion Mentari Airlines.

Dengan tagline We Make People Fly, Lion Air membidik masyarakat menengah ke bawah. Harga tiket yang murah membuat Lion Air laku di pasaran.


Kesuksesan Lion Air semakin berkembang. Satu persatu pesawat berhasil Rusdi beli.

Di tahun 2013, keuntungan yang diperoleh Lion Air mencapai Rp 18 hingga Rp 19 triliun. Nilai fantastis yang tak mungkin terjadi tanpa kerja keras.


Di tahun 2015, Lion Air membeli 230 unit pesawat Boeing dengan harga Rp 195,2 triliun.

Di tahun 2017, perusahaan itu kembali membeli 234 pesawat Airbus senilai Rp 230 triliun. Dengan jumlah pesawat yang banyak, Lion Group dapat melakukan ekspansi bisnis.

Perusahaan itu lalu mengoperasikan empat maskapai lain seperti Wings Air, Batik Air, Malindo Air yang beroperasi di Malaysia, dan Thai Lion Air di Thailand. 

Di tahun 2019, menurut majalah Forbes, total kekayaan yang dimiliki Rusdi mencapai Rp 12,2 triliun.

Artikel ini sudah terbit di Suara.com