RIAU ONLINE, YOGYAKARTA-Pakar statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) memprediksi pandemi corona akan berakhir paling cepat pada November 2020.
Kasus corona di Indonesia masih terus meningkat. Terkini kasus corona di Indonesia menyentuh angka 86.521 orang per 19 Juli lalu.
Guru Besar Statistika UGM Dedi Rosadi menyampaikan prediksi terbarunya ini berdasarkan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu dan metode model Probabilistic Data Driven Model Covid-19 Indonesia.
Dalam perhitungan prediksi ini, Dedi mengandeng dua rekannya alumni FMIPA UGM, Joko Kristadi dan Fidelis Diponegoro.
Dedi menjelaskan berdasarkan tracking data terakhir menggunakan berbagai pendekatan pemodelan data-driven ata berbasis pergerakan data terdapat kenaikan nilai proyeksi kasus positif diakhir pandemi yang cukup signifikan.
"Prediksi paling optimis diperoleh dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu diperkirakan pandemi akan berakhir di awal November 2020 dengan total kasus positif di sekitar 112 ribu penderita," jelas Dedi dalam keterangan tertulisnya melalui Humas UGM, Senin (20/7).
Sementara untuk model Probabilistic Data Driven Model Covid-19 Indonesia didapati prediksi bahwa masa puncak corona terjadi pada Juli-Agustus 2020.
Sementara pandemi akan berakhir pada Februari 2021 akhir.
"Pandemi akan berpuncak di akhir Juli sampai akhir Agustus 2020 dan berakhir di akhir Februari 2021 dengan estimasi total kasus positif di sekitar 227 ribu penderita," ujarnya.
Lanjutnya, akhir pandemi ini tetap tergantung pada kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
Menurutnya hal itu merupakan kunci mengadang kenaikan penambahan pasien.
"Kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol new normal adalah kunci untuk mengadang kenaikan rate penambahan pasien Covid-19," ujarnya.
Di sisi lain, berdasarkan perhitungan angka Rt corona di Indonesia masih pada angka 1.08.
Artinya, sejumlah daerah yang masih menjadi episenter penyebaran corona harus tetap waspada. Daerah episenter itu antaranya Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Selatan. Tracing, test dan treatment (3T) menurutnya harus digencarkan
"Pengendalian provinsi-provinsi lain yang berpotensi membahayakan seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan dan Papua perlu dioptimalkan agar Indonesia dapat semakin optimis menatap ke depan," pungkasnya.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com