(istimewa)
Jumat, 29 Mei 2020 12:05 WIB
Editor: Joseph Ginting
(istimewa)
RIAU ONLINE, JAKARTA-Bonza merilis data bahwa belum ada wilayah di Indonesia yang memenuhi 3 syarat New Normal. Syarat tersebut yakni tingkat penularan corona di suatu wilayah atau reproductive number (RO), jumlah test atau surveillance dan kesiapan sistem kesehatan.
Pemerintah telah membuat 3 indikator sebelum wilayah-wilayah menerapkan new normal di tengah pandemi COVID-19. Wacana ini digaungkan karena vaksin dan obat spesifik yang belum ditemukan.
Jadi, Presiden Jokowi meminta masyarakat hidup berdamai dengan corona. Katanya, kita harus produktif dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti: jaga jarak, pakai masker, dan rajin cuci tangan.
Lalu, sudah adakah wilayah di Indonesia yang memenuhi 3 kriteria tersebut?
Jokowi setidaknya menyebut 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota yang siap menyebut new normal. 4 provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo.
Sementara 25 kabupaten/kota adalah:
1. Kota Pekanbaru
2. Kota Dumai
3. Kabupaten Kampar
4. Kabupaten Pelalawan
5. Kabupaten Siak
6. Kabupaten Bengkalis
7. Kota Palembang
8. Kota Prabumulih
9. Kota Tangerang
10. Kota Tangerang Selatan
11. Kabupaten Tangerang
12. Kota Tegal
13. Kota Surabaya
14. Kota Malang
15. Kota Batu
16. Kabupaten Sidoharjo
17. Kabupaten Gresik
18. Kabupaten Malang
19. Kota Palangkaraya
20. Kota Tarakan
21. Kota Banjarmasin
22. Kota Banjar Baru
23. Kabupaten Banjar
24. Kabupaten Barito Kuala
25. Kabupaten Buol
Mari kita bahas dari syarat pertama.
Indeks Penularan Corona (Rt)
Mengutip data dari Bonza yang terbaru, Jumat 29 Mei 2020, ada beberapa wilayah di Indonesia yang sudah memenuhi syarat Rt di bawah 1. Rt adalah indeks penularan corona setelah intervensi dari pemerintah untuk pemutusan penularan:
Berikut daftar wilayah yang Rtnya di bawah 1 menurut Bonza:
Jawa Barat: 0,90
Jawa Tengah: 0,86
Papua: 0,97
Kalimantan Timur: 0,96
Kalimantan Utara: 0,75
Yogyakarta: 0,92
Lampung: 0,92
Sulawesi Barat: 0,82
Jambi: 0,90
Gorontalo: 0,99
Bangka Belitung: 0,14
Aceh: 0,17
Bengkulu: 0,70
NTT: o,90
DKI Jakarta terlempar dari deretan wilayah yang Rt di bawah 1. Padahal sebelumnya sempat merasakan Rt 0,93.
Virus Corona-Depok
Ini yang disebut pendiri Bonza, Philip Thomas, belum ada satu daerah pun di Indonesia yang angka Rtnya konsisten.
Baca Juga
"Kami lihat belum konsisten di bawah 14 hari, dan beberapa hari terakhir enggak mau turun, terlalu dekat dengan 1," kata Philip kepada kumparan, Kamis (28/5).
Menurut data scientist yang juga pernah bekerja di kumparan pada 2018 itu, Indonesia harusnya mencontoh negara-negara yang penurunan Rt-nya lebih konsisten. Misalnya seperti Vietnam.
"Rt jauh di bawah 1 itu lebih aman dan baik. Kita contoh Vietnam dan Thailand. Saat ini Rt-nya ada di 0,32. dan sudah lebih dr 14 hari di bawah 1," ungkapnya.
Jumlah tes atau surveillance
Di antara 14 wilayah di atas ada beberapa wilayah yang telah menunjukkan angka Rt jauh di bawah 1. Sebut saja Aceh dan Bangka Belitung,
Namun ini tidak serta merta menjadi acuan. Ada variabel yang diperhatikan, yaitu jumlah tes.
Di situs Bonza, terlihat area abu-abu (lihat grafik) menunjukkan terdapat kemungkinan 90 persen bahwa estimasi angka Rt yang sesungguhnya berada dalam rentang tersebut. Seiring peningkatan jumlah tes, kepercayaan terhadap estimasi pun akan meningkat dan dapat menyebabkan area abu-abu menyempit.
Nah dilihat dari data itu, area abu-abu Aceh dan Bangka Belitung justru masih jauh di atas 1. Hal ini berkaitan dengan jumlah tes yang diperkirakan sangat kecil, jadi tingkat Rt-nya yang rendah belum sepenuhnya bisa dijadikan acuan.
Memang tak semua daerah melaporkan hasil tesnya. Kata Philip, hal ini juga yang membuat Bonza memberikan catatan.
"Semakin banyak jumlah kasus berarti semakin banyak tes, ini asumsinya. Soalnya data jumlah tes harian nggak ada per provinsi," tutur Philip Thomas.
kumparan pun telah berupaya mencari data-data tes corona harian di wilayah-wilayah di Indonesia. Namun, hingga kini pemerintah daerah belum bisa menunjukkan itu.
Namun, Gugus Tugas Aceh pernah mengungkapkan bahwa tes PCR di wilayahnya memang sangat rendah.
Kepala Balitbangkes Aceh, dr Fahmi Ikhwansyah, mengatakan sejak laboratorium diresmikan pada 16 April lalu hingga hari ini, pihaknya sudah menguji sebanyak 376 sampel pasien yang diduga terpapar virus corona.
"Dalam sehari kita bisa menguji 94 tes. Rata-rata sampel yang kita periksa setiap hari antara 3-15 sampel," ujar Fahmi kepada acehkini, Kamis (28/5).
Menurut Fahmi, dalam sehari pihaknya pernah menguji sebanyak 21 hingga 43 sampel. "Bervariasi setiap harinya," katanya.
Test kit RT-PCR COVID-19 buatan Indonesia siap diproduksi
Aktivitas di lab Nusantics. Foto: Dok: East Ventures
Jadi, jumlah kasus aktif yang hingga kini hanya 1 orang, tidak bisa menjadi acuan. Toh, uji PCRnya masih rendah.
Sementara untuk Bangka Belitung, belum ada data tes PCR Namun dengan asumsi Bonza dan gambaran di Aceh, tes di Bangka Belitung juga bisa dipastikan rendah.
Hanya DKI Jakarta yang memenuhi kriteria tes masif. Dari data yang diumumkan tiap hari, terlihat bahwa Jakarta mampu memenuhi kriteria jumlah tes yang disyaratkan untuk menerapkan new normal.
Hingga 27 Mei 2020, DKI berhasil melakukan tes spesimen pada 138.476 sampel tes warga. Dari tes itu, 6.929 orang positif corona.
Jumlah tes di Jakarta ini sudah melampaui syarat minimal dari WHO yakni 120.000 tes PCR.
Kesiapan Rumah Sakit
New normal akan berlaku jika kapasitas dan adaptasi sistem kesehatan di Indonesia sudah mendukung untuk pelayanan COVID-19 yang bukan tidak mungkin akan naik jika PSBB dilonggarkan.
Menteri Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, jumlah kasus baru jumlahnya harus lebih kecil dari kapasitas layanan kesehatan yang bisa disediakan.
"Misalnya kalau sebuah RS punya 100 tempat tidur, maka maksimum 60 tempat tidur itu untuk COVID-19. Nah pasien baru yang datang itu jumlahnya dalam sekian hari itu harus di bawah 60," jelas dia.
"Itu yang disebut dengan kapasitas sistem kesehatan yang terukur, yang bisa dipakai dalam rangka apakah kita melonggarkan atau tidak melonggarkan, mengurangi atau tidak mengurangi PSBB," kata Suharso.
Dari syarat di atas setidaknya ada wilayah yang sudah bisa dikatakan memenuhinya. DKI Jakarta dan Jawa Barat misalnya.
Kepala Gugus Tugas Letjen TNI Doni Monardo mengatakan, tingkat keterisian rumah sakit rujukan di Jakarta sudah di bawah 50 persen. Ditambah, Jakarta punya RS Darurat Wisma Atlet yang mempunyai kapasitas besar.
"Data tentang occupancy review (evaluasi huni) yang semula pada tanggal 17 Mei tercatat 54,3 persen turun 46,9 persen. Artinya jumlah tempat tidur di RS rujukan kurang dari 50 persen," kata Doni dalam laporannya hari ini seusai ratas bersama Presiden Jokowi, Rabu 27 Mei 2020.
Selain itu, sekitar 38 persen kasus positif corona di Jakarta atau 2.641 orang diketahui tidak dalam kondisi berat. Jadi mereka tidak perlu dirawat di rumah sakit dan diisolasi mandiri.
Lalu, ada Jawa Barat. Tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Jabar saat ini 30 persen.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat Daud Achmad mengatakan, ketersediaan tersebut menunjukkan Jabar memiliki kapasitas yang memadai apabila sewaktu-waktu gelombang kedua Covid-19 muncul. Sejumlah rumah sakit darurat pun masih disiagakan.
Tentu ada juga daerah-daerah lain yang memenuhi kriteria ketiga ini. Mengingat kasus di daerah mereka tak sebanyak di Jakarta ataupun Jabar.
Namun persoalan tes rendah dan indeks penularan yang masih turun naik membuat mereka pun belum bisa menerapkan new normal dalam waktu dekat.
Misalnya di Yogyakarta, new normal baru diproyeksikan bulan Juli. Sebab, mereka masih fokus menurunkan Rt.
"Ya kalau sementara kita agak ayem (tenang) kemarin dua hari nol, nol lalu dua ya (dua hari tanpa kasus dan kemarin dua kasus). Dua hari ini mudah-mudahan nol lagi. R0 dan Rt bagus, tapi kalau dihitung masih 2," kata Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji di Kepatihan Pemda DIY, Kamis (28/5).
"Juli harapannya sudah bisa ditekan, melandai," lanjutnya.
Soal data lengkap kasus corona di Indonesia bisa dilihat di sini.
Kesimpulan:
Belum ada satu provinsi pun di Indonesia yang memenuhi syarat new normal. Apabila tidak hati-hati, bukan tidak mungkin lonjakan kasus bisa terjadi lagi. Lihat saja Korea Selatan.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com