Hadiri dan Berikan Ceramah Usai Bebas, Izin Asimilasi Habib Bahar Dicabut

Habib-Bahar3.jpg
(Antara)

RIAU ONLINE, BANDUNG-Izin asmililasi Habib Bahar dicabut setelah melanggar syarat pembebasan asimiliasi selama dilakukan pengawasan oleh Petugas Kemasyarakatan Bapas Bogor.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) memberikan alasan pencabutan izin asimilasi Habib Bahar bin Smith, sehingga ia kembali dijemput dan dimasukkan lagi ke penjara pada selasa 19 Mei 2020 dini hari.

"Pada tanggal 19 Mei 2020, izin asimilasi di rumah dicabut, Bapas Bogor yang melakukan pengawasan dan pembimbingan selama menjalankan asimilasi (Habib Bahar),"  kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), Reynhard Silitonga melalui keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa 19 Mei 2020.

Silitonga menyebut bahwa Habib Bahar telah melanggar sejumlah aturan khusus dan membuat keresahan di tengah masyarakat dalam pembebasan asimilasi yang telah diberikan Kemenkum HAM RI.

Habib Bahar bin Sminth disambut banyak orang usai bebas dari penjara. (foto: Istimewa)



 

Habib Bahar bin Sminth disambut banyak orang usai bebas dari penjara. (foto: Istimewa)

Pertama, Habib Bahar menghadiri dan memberikan ceramah yang provokatif dan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian kepada pemerintah.

"Ceramahnya, telah beredar berupa video yang menjadi viral, yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat," ujar Silitonga.

Kemudian, Habib Bahar juga dinyatakan melanggar aturan dalam pelaksanaan Pembatasan Berskala Besar (PSBB) dalam kondisi darurat covid di Indonesia.


"Telah mengumpulkan masa (orang banyak) dalam pelaksanaan cermahnya," katanya.

Maka itu, Habib Bahar telah melanggar syarat khusus asimilasi, sebagaimana diatur dalam pasal 136 ayat 3 huruf e Permenkumham nomor 3 tahun 2018.


"Kepada (Habib Bahar) dicabut asimilasinya dan selanjutnya diperintahkan untuk dimasukan kembali ke dalam lembaga pemasyarakatan untuk menjalani sidang pidananya dan sanksi lainnya sesuai ketentuan," imbuh Silitonga. Artikel ini sudah terbit di Suara.com