Menteri PMK Tegur Keras Gubernur karena Data Covid-19 Berantakan

Bagi-Sembako-Pemkab-Pelalawan.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menegur keras Gubernur DKI karena data Covid-19 berantakan.  Muhadjir Effendy sempat bersitegang dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bahkan Muhadjir sempat menegur keras Anies.

Data penerima bantuan sosial bagi warga yang terdampak virus Corona (Covid-19) secara tidak langsung tampak berantakan. Tidak selarasnya data antara pemerintah pusat dengan daerah bahkan membuat 

Muhadjir mengakui kalau problema di balik penyaluran bansos ialah data warga yang menerima. Menurutnya pemerintah telah memiliki data warga yang biasa mendapatkan bantuan dan masuk ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Dengan adanya pandemi Covid-19 yang berpengaruh pada kelangsungan hidup masyarakat, maka penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah berpatok pada DTKS. Akan tetapi, di kala pandemi seperti ini, warga di luar DTKS pun ikut merasakan kesulitan bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Muhadjir Effendy dan Anies Baswedan

Menko PMK dan Gubernur DKI

"Tetapi diingat dengan adanya Covid-19 ini banyak orang miskin baru gara-gara Covid-19, UMKM, jualan bakso, (pedagang) asongan gerobak itu semua punya hidup aman tapi tiba-tiba mata pencaharian hilang, dan itu tidak ada dalam data," kata Muhadjir dalam sebuah web seminar, Rabu 5 Mei 2020 kemarin.



Dengan kondisi itu, tentu masalah data pun muncul seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Tak ditampik oleh Muhadjir ada tarik menarik data antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI Jakarta.

Bahkan ia tidak menutupi kalau dirinya sempat bersitegang dengan Anies hanya perihal menyocokan data penerima bansos.

"Belum lagi singkronisasi koordinasi misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik menarik ini ya, cocok-cocokan data bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur agak tegang, agak saya tegur keras Pak Gubernur," ungkapnya.


Muhadjir menerangkan hal tersebut terjadi karena awalnya Anies memberikan data warga miskin di Jakarta yang baru dengan jumlah 3,6 juta orang. Anies pun meyakini akan mengatasi persoalan penyaluran bansos untuk 1,1 juta orang dan meminta pemerintah pusat menanggung sisanya.

Karena data Anies itu dihitung perorangan, maka Muhadjir pun berusaha untuk dihitung per kepala keluarga sehingga pemerintah pusat mengalokasikan bansos untuk 1,3 juta kepala keluarga.


Akan tetapi pada praktiknya di lapangan, Anies mengatakan kalau bantuan dari Pemprov DKI Jakarta hanya mengisi kekosongan sebelum adanya penyaluran dari pemerintah pusat.

"Kan di lapangan jadi kacau," ungkapnya.

Di sisi lain juga muncul permasalahan ketika pihak RT/RW juga memiliki data warga penerima bantuan di luar yang sudah terdaftar yang seharusnya dikirimkan ke Kemensos tapi tak kunjung sampai ke meja Kemensos.

Alhasil keributan pun terjadi di lapangan ketika ada bantuan dari pemerintah pusat, warga yang terdaftar menuntut dapat bansos hingga warga yang terdata di RT/RW pun berlaku sama.

"Bayangkan di lapangan, untung saya ini menteri suka di lapangan, karena itu saya ingatkan Pak Gubernur, pak, kan ada kesepakatan rapat kabinet tidak begitu," pungkasnya. Artikel ini sudah terbit di Suara.com