RIAU ONLINE, BANDUNG-Panik tak punya uang untuk membayar taksi online, membuat 4 remaja lesbian tega membunh sopir taksi online. Tagihan yang mencapai Rp 1,7 bikin mereka bingung sehingga memutuskan membunuh pemilik kendaraan dan membawanya kabur.
Polisi pun menangkap pembunuh sopir taksi online, Samiyo Basuki Riyanto, yang jenazahnya ditemukan di jurang hutan pinus di Pangalengan, Kabupaten Bandung, akhir Maret lalu.
Pelaku berjumlah empat orang yang seluruhnya perempuan muda atau gadis. Bahkan, otak pelaku pembunuhan tersebut masih berusia 15 tahun.
"Pelakunya empat orang, semua berjenis kelamin perempuan," ujar Kapolresta Bandung Kombes Pol Hendra Kurniawan dalam jumpa pers pengungkapan kasus pembunuhan di Mapolresta Bandung, Jawa Barat.
Keempat tersangka diketahui berinisial Iki (15), KSA alias Risma (18), KEZI alias Sella (19), AS alias Riska (18).
Keempatnya lulusan SMA dan ada yang masih menempuh pendidikan SMA.
4 remaja lesbi pembunuh/Tribun Jabar
Tiga gadis yang mengenakan baju tahanan dan tangan terborgol, hanya bisa menundukkan kepala saat polisi menghadirkan mereka di hadapan wartawan.
Turut ditunjukkan barang bukti kejahatan keempat gadis tersebut dalam jumpa pers itu, di antaranya kunci Inggris yang dipakai pelaku untuk menghabisi nyawa korban sopir taksi online tersebut.
Namun, tersangka Iki yang menjadi pelaku utama pembunuhan itu tidak dihadirkan oleh polisi karena masih di bawah umur.
Peristiwa pembunuhan itu berawal saat ERS alias Iki (15) dan TGC alias Sella (19) memesan jasa taksi online dari Jakarta dengan tujuan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 30 Maret 2020 lalu.
Samiyo (60) yang merupakan pensiunan PNS menjadi sopir taksi online tersebut.
Iki yang berusia 15 tahun berkeinginan ke Pandeglang karena rindu dan ingin menemui kekasihnya sesama jenis, Risma (18).
Sebelum ke Pangalengan, mereka menjemput tersangka AS alias Riska (18) di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dari pemeriksaan, diketahui Riska merupakan kekasih sesama jenis dari Sella (19). Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Pangalengan menggunakan jalur tol Cipularang dan keluar di Tol Gate Seroja.
Mereka akhirnya sampai di rumah Risma di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Saat berada di rumah tersebut, mereka berembuk dan tahu akan ditagih pembayaran jasa taksi online Rp 1,7 juta. Namun, mereka tidak mempunyai uang.
Di rumah RM, diduga keempatnya mempunyai rencana untuk menghabisi nyawa sopir tersebut sehingga meminta diantarkan kembali ke tujuan lain.
Di tengah jalan, korban menagih ongkos yang telah disepakati sebesar Rp 1,7 juta, namun para tersangka tak mampu membayar ongkos itu. Lantas, Iki dan Risma menghabisi korban dengan menggunakan kunci inggris yang ditemukan di dalam mobil.
Risma membekap dan mencekik korban, sementara Iki yang memukul korban dengan kunci inggris. Selanjutnya, salah seorang dari mereka menguasai dan mengendarai milik korban.Sekitar 400 meter, Riska membantu membuang jasad korban ke jurang di hutan pinus di Pangalengan. Dan Sella bertugas mengambil telepon genggam korban.
"Korban dipukul kepalanya, kemudian sedikit goyang, dipukul lagi sebanyak delapan kali, dan akhirnya meninggal," kata Hendra.
Setelah jenazahnya dibuang, pelaku membawa mobil korban menuju alun-alun kota Bandung. Pelaku menjual telepon seluler milik korban di salah satu konter hp dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan makan.
Lantas, mereka melanjutkan perjalanan. Namun, akhirnya mobil tersebut mengalami kecelakaan tunggal di Cikalong, Kota Cimahi lantaran pelaku belum mahir mengemudi.
Setelah itu, kendaraan tersebut ditinggalkan begitu saja hingga satu minggu kemudian warga melaporkan temuan mobil tersebut ke polisi.
Seminggu setelah itu, anggota Polrestra Bandung mendapat informasi tentang mobil korban. Dari rekaman kamera CCTV, polisi bisa mengidentifikasi pengguna mobil itu.
"Dari sana kami bisa menemukan pelaku dan beberapa hari ini berhasil menangkap semua. Pelaku utama saudari Iki, masih di bawah umur, jadi tak bisa ditampilkan," kata Hendra.
Keempat pelaku ditangkap polisi di tempat persembunyian masing-masing hampir sebulan setelah kejadian pembunuhan.
Para pelaku dijerat Pasal 338 dan 340 tentang Pembunuhan atau Pembunuhan Berencana.
"Ancaman hukuman 20 tahun atau maksimal seumur hidup," jelasnya.
Kasatreskrim Polrestra Bandung AKP Agta Bhuana Putra mengatakan pihaknya sedang mendalami motif para pelaku.
Dari pemeriksaan diketahui, keempat gadis itu merupakan dua pasang yang menjalin hubungan sesama jenis atau lesbi.
Mereka yang berasal dari Jabodetabek itu bisa saling mengenal dan bertemu setelah perkenalan melalui aplikasi kencan bagi para lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) bernama "Heart".
"Mereka melakukan pertemanan di aplikasi Heart," ujar Agta dalam wawancara via telekonferensi dengan Kompas Tv, kemarin.
Merasa ada kecocokan, akhirnya mereka saling bertemu dan menjalin hubungan asmara.
Dari kasus ini, kepolisian mengimbau agar orang tua mengawasi pergaulan anak-anaknya, khususnya pergaulan di media sosial maupun aplikasi khusus di telepon seluler.
Atga mengakui akan menjadi tantangan sendiri bagi orang tua yang belum tentu dapat mengetahui jenis aplikasi tertentu di telepon seluler yang berpotensi disalahgunakan dalam pergaulan anak.
Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Melilala mengatakan kasus ini terbilang ekstrem dan langka. Sebab, keempat pelaku mempunyai latar belakang pendidikan yang baik.
Namun, kejahatan keempat gadis itu dapat terbangun karena kesamaan "referensi" di antara mereka.
Oleh karena itu, peran orang tua sangat dituntut dalam mengawasi pergaulan anak masing-masing.
"Kalau bertemu dengan teman yang satu referensi, maka bisa berdampak pada sulit belajar, males sekolah, bolos hingga kejahatan," ujarnya. Artikel ini sudah terbit di Warta Kota