RIAU ONLINE, JAKARTA-Semakin banyakya pasien covid-19 bikin IDI kewalahan. Pasanya jumlah dokter yang terlibat terbatas sedangkan pasein makan banyak.
Tidak semua dokter terlibat dalam penanganan pasien COVID-19 di Indonesia. Menurut Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M. Faqih, mereka disebut sebagai dokter penanggung jawab pasien (DPJP) COVID-19, yang terdiri dari sejumlah dokter spesialis.
DPJP pasien corona di Indonesia melibatkan dokter spesialis paru dengan jumlah sekitar 2.000 dokter. Lalu dokter spesialis penyakit dalam berjumlah kurang dari 1.000 dokter, itu pun spesifik dokter Sp.D yang sekaligus konsultan paru dan penyakit tropis infeksi.
Dokter anak konsultan paru juga dilibatkan, serta dokter spesialis anastesi untuk menangani kasus-kasus di ICU, terutama saat pemasangan ventilator bagi pasien. Jumlah dokter anestesi hanya sekitar 2.000-6.000 se-Indonesia.
“Jadi kalau dijumlah, itu hanya sekitar 6.000 kekuatan dokter seluruh Indonesia. Oleh karena itu, karena pasien semakin banyak, kalau kita mengandalkan dokter DPJP tersebut, maka kemungkinan kalau terus meningkat pasien, kita khawatir jumlah dokter yang menangani tidak akan cukup,” kata Daeng, saat wawancara Live Corona Update bersama kumparan, Senin 27 April
“Terus terang, karena pasien semakin banyak maka memang harus lebih banyak daya dukung untuk kawan-kawan bekerja. Pasti memerlukan support baik itu support ketersediaan ruangan, alat, APD. Itu lama-lama dengan kondisi pasien tambah banyak, maka support itu mestinya lebih dijaga, lebih banyak kapasitasnya mesti ditambah,” tukasnya.
Dari laporan yang diterima IDI, sejauh ini ada 25 dokter yang wafat usai tertular COVID-19. Namun, karena data tersebut tidak diperoleh langsung dari pemerintah, IDI masih akan mengaudit laporan angka kematian dokter. Informasi soal 25 dokter tersebut akan ditelusuri lebih lanjut terkait kontak dekat mereka, termasuk rekan kerja sampai pihak keluarga.
Daeng juga menyebut, pemeriksaan tes darah massal akan digelar dalam rentang Mei sampai Juni sebagai upaya menekan penyebaran virus corona. Hal ini, menurutnya, dapat menekan jumlah pasien terinfeksi yang memerlukan perawatan rumah sakit, sehingga kapasitas perawatan intensif dapat terjaga.
“Karena kalau semakin banyak pasien terinfeksi dan memerlukan perawatan, maka sekali lagi yang dikhawatirkan adalah melampaui kapasitas rumah sakit kita. Maka berarti akan ada saudara-saudara kita yang tidak bisa tertampung oleh rumah sakit,” ujarnya.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com