Perawat Cantik Ini Rela Jadi Sopir Ambulans untuk Bawa Pasien Covid-19

Ilustrasi-perawat5.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, TERNATE-Ika Dewi Maharani tak hanya cantik tapi juga memiliki jiwa kemanusian yang tinggi. Perawat dari Maluku Utara ini rela menjadi seorang relawan di tengah pandemi Covid-19 mungkin sudah jadi panggilan hati 

Namun pilihannya tak biasa. Ika, sapaannya, memilih menjadi relawan perawat khusus ambulans sekaligus menjadi supirnya.

Ya, dia harus multitasking menjadi perawat untuk pasien positif Covid-19 sekaligus menyetir ambulans. Dan Ika adalah satu-satunya perempuan untuk pekerjaan tersebut.

Melayani dari hati

Sembari menanti datangnya wisuda S1 Keperawatan yang akan dilaksanakan di bulan September, Ika menemukan permintaan relawan dari HIPGABI (Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia) di bawah naungan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

"Ada macam-macam. Tapi yang menarik saya itu dibutuhkan transportnya, dari rumah sakit ke rumah sakit tujuan itu sangat dibutuhkan," tutur Ika kepada Suara.com, baru-baru ini.

Kisah Ika Jadi Relawan Supir Ambulans untuk Covid-19

Ika Dewi Maharani

Ika merasa memiliki kemampuan untuk mengisi posisi tersebut, karena ia adalah seorang perawat dan juga punya keahlian menyetir. Akhirnya ia membulatkan tekad, ini adalah saatnya untuk melayani dari hati.

Ia pun mencoba mendaftar, tak lama kemudian ia mendapatkan balasan bahwa ia diterima. Tak perlu menunggu lama, keesokan harinya ia diminta langsung ke Jakarta pada awal bulan April lalu.

"Mungkin ini sudah jalan Tuhan, saya juga nggak tahu. Pokoknya saya ikutin aja, saya mau melayani. Tuhan kasih jalan, saya harus di sini, ya sudah saya ikuti," kata perempuan kelahiran Lamongan, 26 tahun silam ini.


Meski sempat takut juga soal penularan virus corona, namun Ika bersikukuh bahwa niat adalah yang terpenting dan berdoa untuk terus berada dalam lindungan Tuhan.

Yang paling berat adalah ketika ia melaporkan hal tersebut pada sang ibu. Sang ibu sempat menolak keras dan tidak memberi izin. Namun dengan keteguhan hati, Ika berhasil meyakinkan sang ibu dan mendapatkan restu untuk berangkat ke Jakarta.



"Saya tetap ingin melayani bagaimanapun kondisi pasiennya. Berdoa kuncinya, berpegang teguh pada Tuhan, pasti akan Tuhan sertai," lanjutnya.

Sesampainya di Jakarta, ia langsung menjalani serangkaian kegiatan seperti medical check up (MCU) dan meeting, kemudian pelatihan selama seminggu.

Test drive Ika pertama kali harus mengemudikan ambulans dari Gunung Sahari Jakarta Pusat, menuju penempatannya di RSUI Depok. Sejak saat itu, ambulans sudah resmi menjadi 'kendaraan pribadinya'.

Dinas multitasking

Menjadi perawat sekaligus supir ambulans membutuhkan kemampuan multitasking yang luar biasa. Ika mengaku, tiap kali berangkat dinas, ia harus berkonsentrasi pada dua hal.

Yang pertama adalah bagaimana keadaan pasien di belakang. Mengendarai ambulans memiliki standar prosedur tersendiri, terutama soal kecepatan, kurang lebih 40-60 km/jam.

"Jalanan Indonesia itu kan bolong-bolong, pasti pasien tidak nyaman. Kalau dalam prinsip saya, saya biasakan diri kita jika menjadi pasien, jadi kembalikan lagi ke diri kita sendiri," kata Ika.

Kemudian yang kedua adalah konsentrasi mengendalikan mobil. Sementara ia mengenakan APD lengkap yang terkadang terasa sangat panas meski sudah memasang AC dengan suhu terendah, tetap saja ia mengalami susah bernapas karena masker berlapis-lapis.

"Tapi tetap harus kita nikmatin. Biasanya bawa pasien positif covid-19, nah dari situ kita harus mengendarai kendaraan pelan, alon alon sing penting kelakon (pelan-pelan asal sampai)," sambungnya lagi.

Tak jarang pula ia terimbas macet jalanan Jakarta, meski saat ini Jakarta tengah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Yang membuatnya sedih, terkadang ada banyak kendaraan yang tak mau minggir untuk memberinya lewat.

Satu kendala lagi yang dihadapi oleh Ika adalah kesulitan mengendalikan mobil ambulans yang berbodi besar dan tidak dilengkapi power steering.

Dalam 12 jam kerja sejak pertama kali dinas, sudah hampir lima pasien yang diantarnya. Terkadang membutuhkan waktu seharian dengan jarak yang panjang dan jauh dan melelahkan.

SOP mengatakan bahwa satu kali pasien satu kali dekontaminasi, yang berarti setelah Ika dan partnernya selesai mengantar satu pasien, baik mobil maupun yang naik ambulans harus disterilkan.

"Kalau dalam sehari ada dua pasien rujukan, berarti dua kali kita mandi juga, habis itu sampai rumah masih mandi lagi. Pulang-pulang sakit kepala kebanyakan keramas, hahaha.." kelakarnya.

Di dalam timnya, hanya ia satu-satunya perempuan yang bisa menyetir. Ada rasa senang dirasakan oleh Ika, karena menambah pengalaman bagaimana rasanya bekerja di pekerjaan yang umumnya banyak lelaki ini.

Tak jarang Ika mendapatkan ekspresi kaget dan perkataan aneh tentang keputusannya menjadi relawan. Hal tersebut sempat membuat Ika sedih dan minder.

"Orang kan mesti kaget, eh ternyata supirnya perempuan. 'Ih, kamu lho, perempuan. Kok mau sih nyetir ambulans' Ya ampun, kok kayak gini sih, niatku kan ingin melayani," jelas Ika.

Pandemi kelar, ingin peluk mama

Ibu bagi Ika adalah support system terbesarnya. Dukungannya sangat kuat, membuat ia semakin semangat bekerja.

"Tiap pagi Mama selalu telepon, selalu absen telepon saya. Kalau kita kerja ini didukung, diridhoi, saya yakin semua pekerjaan dipermudah." katanya.

Oleh karena itu, begitu pandemi virus corona ini selesai, hal pertama yang ingin ia lakukan adalah pulang ke rumah dan memeluk sang ibu.

"Kasih kabar ke Mama. Ma, aku pulang dengan sehat, nggak kurang satu apapun. Kasih selamat sama Mama, peluk Mama. Berterima kasih karena Mama sudah berdoa setiap hari buat kita agar kita terlindungi," katanya.

Setelah itu ia ingin berkumpul kembali bersama teman-teman, kembali menghirup udara bebas tanpa masker. Dan tentu saja, ingin wisuda bersama teman-teman di bulan September nanti, serta melanjutkan studi profesinya sebagai perawat.

Artikel ini sudah terbit di Suara.com