Jumlah Warga Miskin Bertambah Imbas Corona

warga-miskin-meskom.jpg
(Andrias)

RIAUONLINE - Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyatakan akan ada peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran di tengah perebakan virus corona.

Pemerintah berupaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan juga sekaligus mewaspadai imbas dari adanya pandemi ini. Berbagai stimulus atau bantuan bagi warga yang kurang mampu dan terdampak sudah mulai dibagikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini memprediksi jumlah pengangguran dan angka kemiskinan di Indonesia akan naik. Dalam situasi yang sangat berat saat pandemi Covid-19, jumlah warga miskin akan bertambah 3,78 juta orang dan pengangguran bertambah 5,23 juta orang.

Sedangkan untuk produk domestik bruto (PDB), Sri Mulyani memperkirakan PDB bisa melambat ke level 2,3 persen dari asumsi dasar sebelumnya 5,3 persen dalam kondisi berat.

"Bahkan dalam situasi sangat berat mungkin bahkan menurun sampai negatif. Ini pasti akan menyebabkan pengaruh kepada sosial dan ekonomi kita," kata Sri Mulyani.

Dengan kondisi demikian, imbuh Sri Mulyani, pada skenario berat, jumlah orang miskin bisa bertambah sebanyak 1,1 juta orang dan pada skenario lebih berat mungkin bisa bertambah sebanyak 3,78 juta orang.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad membenarkan akan adanya peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran di tengah wabah Covid-19 ini. Namun menurutnya penambahan jumlah orang miskin dan pengangguran tersebut akan melampaui perkiraan pemerintah.



Jika hanya penurunan drastis pertumbuhan ekonomi saja yang dinilai, prediksi pemerintah tepat. Namun, jika ada faktor inflasi yang menyebabkan batas kebutuhan makanan dan minuman semakin naik, batas kemiskinan juga akan naik dan jumlah orang miskin pun bertambah.

Menurut hitungan Indef, bila pertumbuhan ekonomi hanya 2,5 persen dan inflasi berkisar 5 persen, tingkat kemiskinan diperkirakan di atas 10 persen dan jumlah penduduk miskin bisa di atas 27 juta orang.

"Apalagi nanti misalnya skenario terburuk adalah pertumbuhan ekonomi sampai minus 4 persen, inflasi mungkin sekitar 5 persen. Wah, bisa jadi kemungkinan tingkat kemiskinan bisa di atas 12 persen dan penduduk miskin bisa di atas 30 juta jiwa,” ujarnya.

Lebih lanjut Tauhid Ahmad mengatakan anjloknya pendapatan masyarakat ini disebabkan karena turun drastisnya aktivitas ekonomi.

Menurut Tauhid, peningkatan jumlah pengangguran terlihat ketika perusahaan maupun usaha kecil dan menengah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Belum lagi banyaknya angkatan kerja baru saat ini yang juga tidak terserap. Dia mengatakan angkatan kerja baru biasanya berjumlah 2,5 juta per tahun. Bila pertumbuhan ekonomi berkisar 5 persen, penyerapan angkatan kerja baru bisa dilakukan sebanyak 1,5-2 juta orang.

Situasi pertumbuhan ekonomi yang rendah, kata Tauhid, menyebabkan tidak ada angkatan kerja baru yang terserap, ditambah dengan adanya PHK. Yang perlu dikhawatirkan bukan cuma orang miskin yang semakin bertambah, tetapi orang yang hampir miskin juga semakin banyak.

Mengutip data Badan Pusat Statistik, Tauhid mengatakan, pada 2019 ada 25 juta warga miskin atau 5,3 juta rumah tangga. Orang yang hampir miskin berjumlah 19,9 orang atau 4,4 juta rumah tangga.

"Hampir miskin ini yang kemudian turun menjadi miskin, nah, itu yang disampaikan pemerintah. Yang masalah adalah yang hampir miskin ini belum ter-cover dengan bantuan-bantuan sosial yang ada. Ini yang menurut saya perlu ditangani,” kata Tauhid.

Tauhid menambahkan pemerintah harus mengantisipasi bagaimana agar bantuan sosial yang ada tepat sasaran.

Artikel ini lebih dulu tayang di VOAindonesia