Cerita Fans Liverpool Sembuh dari Covid-19 dengan Isolasi Mandiri, Pikiran jadi Kunci/Simon Nainggolan/istimewa
(istimewa)
RIAU ONLINE, JAKARTA-Cerita seorang fans Liverpool Simon Nainggolan yang sembuh dari Virus corona dengan isolasi mandiri patut dijadikan contoh. Menariknya, lelaki berusia 50 tahun ini mencapai kesembuhan lewat perjuangan selama 15 hari melakukan isolasi mandiri di dalam kamarnya.
Beberapa hari lalu, Simon pun telah berbagi cerita melalui sebuah wawancara video yang disiarkan langsung (live streaming) di Suara.com. Simon mengatakan, cerita perjuangannya melawan corona bermula ketika ibu mertuanya mengalami sakit demam dan sesak napas pada 14 Maret 2020. Karena tak kunjung sembuh, pada 18 Maret dia pun membawa sang ibu mertua ke RSU Bunda Jakarta untuk diperiksa, dan di situlah diperkirakan ia mulai positif tertular virus corona Covid-19.
Selengkapnya, berikut petikan wawancara Suara.com dengan Simon Nainggolan, mulai dari kondisi awal, bagaimana perjuangannya, hingga beberapa pesan positif yang bisa ia sampaikan kepada khalayak.
Bisa diceritakan bagaimana Anda sampai bisa terjangkit (corona)?
Pertama itu adalah tanggal 14 (Maret) itu, mertua saya yang kebetulan kita serumah itu demam, karena tanggal 9-nya dia menghadiri pemakaman saudara. Pulang dari situ (pemakaman) hampir lebih dari 20 persen yang hadir itu semua demam.
Jadi pada saat itu kita belum tahu apa yang terjadi, karena kasus corona itu belum merebak seperti sekarang. Jadi beliau 3 hari kemudian berasa enggak enak dan demam. Kita (masih menganggap) biasa-biasa saja. Dan 2 hari kemudian dia mengatakan dia sesak napas. Saya mulai curiga di situ. Saya bawa ke Rumah Sakit Bunda itu tanggal 18 Maret. Di situ saya bersinggungan langsung, artinya saya berbicara dengan beliau, beliau batuk juga di depan saya. Mungkin saya kena di situ.
Tanggal 19-nya, badan saya langsung enggak enak. Tanggal 20-nya saya udah demam. Nah, ibu sendiri begitu sampai rumah sakit, diperiksa, rumah sakit mengatakan harus langsung diisolasi karena kondisinya cukup parah. Dari hasil rontgen-nya menunjukkan hampir seluruh paru-parunya sudah tertutup oleh virus. Kemudian (ibu mertua) diisolasi di ruang IGD yang dijadikan ruang isolasi.
Saya (sementara itu) di rumah masih demam. Terus tanggal 23 (Maret) karena demam enggak turun terus, saya bersama istri dan anak semua, kita periksa ke dokter baru di rumah sakit. Dokter yang menangani ibu saya juga. Jadi dokter kasih tahu, besar kemungkinan kita terpapar, karena dokter sudah sangat yakin bahwa ibu kami di situ sudah positif. Meskipun hasilnya belum keluar, dari kondisi beliau menunjukkan sudah terpapar virus yang cukup parah.
Tanggal 23 saya tes swab, saya foto toraks, paru-paru, cek darah juga. Tanggal 24-nya dibacakan hasil rontgen saya, kata dokter paru-paru kanan saya terindikasi ada virus yang di-suspect itu Covid-19 juga.
Kemudian dari situ, karena di rumah ada kamar kosong di lantai 2 yang biasa untuk tamu, jadi saya memilih untuk isolasi mandiri di ruang itu. Karena pertimbangan saya adalah segala keperluan saya masih bisa dicukupi, karena di rumah istri saya anggap pasti positif, tapi dia tidak ada gejala demam. Sementara saya yang demam terus, tiap hari saya demam.
Dari tanggal 23 (Maret) itu, saya sudah tidak bersinggungan dengan siapa pun lagi. Saya di kamar itu mengisolasi diri, dan semua keperluan saya dikirim, ditaruh di depan kamar, saya ambil. Alat makan saya cuci sendiri, semua sendiri.
Vitamin dan obat-obatan resep dokter kita beli, dan saya mengkonsumsi itu tiap hari. Pagi saya minum 500 mg vitamin C, kemudian 500 mg vitamin D, dan 500 mg vitamin E, kemudian makan sarapan. Kemudian ada beberapa suplemen lain juga saya minum juga, ada Imboost, ada Surbex Z, segala macam saya sikat saja.
Siang, habis makan siang, saya minum vitamin C yang 1000 mg, kemudian sore 500 mg. Jadi sehari itu saya mengkonsumsi kurang lebih 2000 mg vitamin C. Malam saya minum lagi vitamin D 500 mg. Tentunya ditambah obat paracetamol yang diberikan oleh dokter. Ketika panasnya naik 38,5 derajat lebih, baru saya minum, kemudian turun panasnya.
Ada antibiotik juga untuk paru-paru saya. Itu saya minum sehari satu. Saya juga minum rebusan daun sirih merah yang konon itu dipercaya bisa melawan virus-virus. Jadi sehari saya tiga kali minum itu untuk menetralkan virusnya.
Tanggal 26 Maret, ibunda kami menghembuskan napas terakhir. Beliau meninggal jam 3 pagi. Setelah itu di hari itu juga, jam 8 pagi sudah dibawa ke pekuburan. Hari itu juga dikuburkan, diantar oleh istri saya dan seorang pendeta, dengan mengkuti protap yang ditentukan oleh pemerintah. Tidak ada pelayat. Kita juga jaga jangan sampai ada yang tertular lagi.
Tanggal 30, keluar hasil swab kami, dan dinyatakan saya dan istri positif. Sebenarnya enggak surprise sih saya, tapi saya tetap berjuang mengikuti anjuran-anjuran. Obat-obatan saya dengan disiplin saya tetap jalani. Pagi saya jemur badan jam 9 sampai jam 10, gerak badan sedikit.
Puji Tuhan, Alhamdulillah, tanggal 1 April demam saya hilang. Dari tanggal itulah, badan saya mulai recovery, mulai segar kembali. Setiap hari semakin baik.
Kemudian saya didaftarkan lagi untuk tes swab tanggal 6 di RSPAD. Ketika kita tes, tanggal 7 hasilnya keluar, kami berdua dinyatakan negatif virus corona Covid-19. Kita bersih sudah, sudah dinyatakan sembuh, dikasih surat seperti sertifikat gitu. Itu yang membuat saya sangat bahagia, bisa melewati masa-masa kritis itu. Total demam saya itu hampir 12 hari.
Virus Corona Covid-19 masih menjadi momok di China, dengan jumlah korban terus mengalami peningkatan. (Shutterstock)
Ilustrasi virus corona Covid-19, pandemi corona. (Shutterstock)
Bagaimana sih rasanya diisolasi sendirian, tanpa istri dan anak?
Ya, kayak (di) pengasingan lah, kayak dipenjara. Ya, merana. Hari kayaknya terasa panjang banget, apalagi kalau malam. Posisinya juga sakit demam, dan saya memang tidak mau ada TV. Ya, saya berusaha untuk tidur. Tapi kan karena saya mengkonsumsi banyak vitamin, jadi ya, agak sulit tidur jadinya.
Badan rasanya bagaimana sih waktu itu?
Waduh, badan ngilu-ngilu semua. Lidah enggak bisa merasakan makanan. Habis makan rasanya mual, mau muntah. Tapi sayang, jangan sampai dimuntahin, karena makan masuknya saja susah, jangan sampai keluar lagi. Jadi saya bertahan untuk tetap makan. Apa saja yang dikasih sebenarnya sama saja buat saya, karena rasanya sudah sama, tidak ada rasa. Jadi kalau ditanya mau makan apa, ya, apa saja sebenarnya.
Tapi di minggu kedua saya mulai ada rasa. Saya pengen makan nasi goreng atau mie ayam, saya minta dibelikan itu. Jadi hari-hari saya jalani dengan disiplin, makan semua vitamin yang ditentukan oleh dokter.
Ada pantangan makan atau lainnya?
Pantangan enggak ada. Cuma saya tidak makan apa pun yang di luar yang dianjurkan.
Saat keluarga tahu Anda positif, bagaimana tanggapan lingkungan di rumah?
Ya, enggak tahu lah. Kan saya enggak bersinggungan dengan dunia luar lagi. Tapi yang pasti setelah ibunda meninggal, ada data di kelurahan, dari puskesmas juga menghubungi. Kemudian kita dikirimin petugas disinfektan untuk semprot rumah kita. Ya, saya yakin tetangga semua tahu, melalui kelurahan, melalui RT/RW, pasti tahu lah. Tapi kita sudah mengisolasi diri. Jadi kita tidak berhubungan dengan dunia luar, dunia luar tidak masuk ke kita. Pokoknya kita benar-benar membatasi. (Untuk) Kebutuhan logistik kita, ada pegawai dari usaha, kita minta tolong untuk logistik diantarkan ke rumah. Jadi tiap pagi diantar ke depan gerbang, diambil logistik, telur, sayuran dan macam-macamlah. Jadi orang luar yang belikan, taruh di depan rumah.
Istri dan anak support-nya bagaimana?
Sangat, pasti. Istri terutama, karena kebetulan dia tidak demam. Dia tiap hari memompa semangat saya dengan, "Kamu harus tetap sembuh. Anak semua pengen kamu segera sembuh, biar bisa kumpul sama-sama lagi." Ya, dia baru kehilangan ibunya. Dia pengen, minta saya jangan sampai saya menyerah, karena dia enggak sanggup lagi kalau sampai saya meninggal. Bisa hancur hatinya mungkin (karena) dalam waktu bersamaan ada dua orang yang disayanginya pergi, dia nggak akan mampu mungkin. Jadi dia terus pompa (semangat) saya agar cepat sembuh, dan itu yang membuat saya semakin semangat untuk sembuh.
Tentunya kami selalu berdoa, minta kekuatan dari Tuhan agar kami bisa disembuhkan. Kami percaya kekuatan itu yang paling berguna pada saat-saat kita sakit seperti itu. Tentunya kita berserah kepada Tuhan dan positif thinking. Itu yang paling penting.
Apa hiburan Anda selama isolasi untuk mendukung kesembuhan?
Saya dengar lagu Gerry & The Pacemakers, You'll Never Walk Alone. Karena saya fansnya Liverpool, jadi anthem-nya dari band Gerry & The Pacemakers. Jadi setiap malam saya dengarkan itu, karena kata-katanya sangat menguatkan saya.
Memangnya apa kata-kata yang ada di lagu itu?
Ya, setelah badai tentunya akan ada hari-hari yang cerah. Di kemalangan dan di kesusahan itu pasti akan terbit hal-hal yang baik.
Infografis tips menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh saat di rumah aja. (Dok. Suara.com)
Infografis tips menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh saat di rumah aja. (Dok. Suara.com)
Apa pesan Anda untuk pasien positif corona lainnya?
Kesembuhan itu bukan angan-angan. Kesembuhan itu nyata, kesembuhan itu pasti bisa didapat. Kembali lagi pada diri kita, fokus untuk kesembuhan. Sebenarnya enggak sulit kalau kita berpikirnya tidak sulit, (tapi) akan sulit kalau kita berpikir sulit. Artinya, semua anjuran jelas, gampang sekali kita tahu, hal-hal yang harus dan tidak kita lakukan. Minum vitamin, makan bergizi, istirahat cukup, saya rasa semua orang sudah mendengar setiap saat dianjurkan pemerintah. Nah, yang saya tidak anjurkan adalah nonton TV dan membaca berita-berita menyedihkan. Tidak usah hitung-hitung jumlah penderita yang meninggal, itu bukan urusan kita. Tidak usah berpolemik ini benar itu salah, tidak usah. Itu bukan urusan kita. Urusan kita adalah bagaimana menjaga kesehatan kita dan keluarga kita.
Kalau kita sudah terkena, apalagi sudah positif, yakin untuk sembuh. Dan yang penting jangan bandel, jangan keluar, jangan tularkan ke orang lain. Begitu juga kalau kita belum tahu positif atau tidak, janganlah egois keluar ke sana-sini tapi tanpa gejala, berarti sudah menularkan banyak orang. Jadi kalau ada gejala sedikit atau pernah bersinggungan dengan orang yang terpapar, ya sudah, isolasi diri di rumah. Keluarga bagaimana? Kalo di rumah kena atau ada anggota keluarga yang kena, udah pasti semua kena. Tidak usah panik, tinggal identifikasi jenis yang mana, jenis yang kena demam atau yang badannya biasa saja. Kalau biasa saja, ya sudah tetap mengkonsumsi vitamin seperti biasa, olahraga sedikit, makan yang benar, hidup yang teratur, jangan begadang. Kalau demam, konsultasi dengan dokter, minta obatnya. Usahakan konsultasi dengan dokter, terutama dokter paru. Kalau hasilnya keluar lama, tidak usah tunggu hasil keluar dulu baru berobat, baru minum vitamin. Tidak usah tunggu itu. Lakukan yang terbaik, hidup sehat. Mau minum jus atau vitamin, semua sama saja. Tidak perlu vitamin yang mahal, yang penting vitamin C, D, E, itu dikonsumsi.
Terus, hal apa yang mau Anda lakukan setelah pandemi corona ini berakhir?
Hal yang pertama saya lakukan adalah ke gereja. Berterima kasih kepada Tuhan, bahwa saya dikasih kesempatan berikutnya. Karena pada saat itu saya tahu saya melalui masa kritis. Yang paling utama itu dulu.
Kemudian berkumpul dengan keluarga tentunya. Karena orangtua kita kan meninggal, jadi sampai sekarang kita belum bisa berkumpul untuk berkeluh kesah mengenang beliau. Itu yang akan saya lakukan. Kalau memang sudah boleh berkumpul, sudah selesai, kita akan bikin "in memoriam of our mother".
Sehat-sehat kalian semua, jaga kesehatan.
Artikel ini sudah terbit di Suara.com