Jokowi Tolak Lockdown karena Tak Mau Tanggung Biaya Hidup Rakyat

Presiden-Jokowi.jpg
(liputan6.com)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Berdasarkan catatan pemerintah per Senin 30 Maret 2020, kasus positif corona mencapai 1.414 pasien, 75 di antaranya sembuh dan 122 orang meninggal. Hal itu bikin Presiden Jokowi lebih memilih menetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan wabah corona daripada menerapkan lockdown atau karantina wilayah sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan. 


Langkah pemerintah yang menghindari lockdown itu bukan tanpa sebab. Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menilai pemerintah menghindari lockdown karena tak ingin menanggung kebutuhan dasar masyarakat selama karantina.

 
"Kalau menyuruh orang di rumah, katakanlah mau menerapkan karantina wilayah. UU Kekarantinaan (Kesehatan) mengatakan pemerintah pusat harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan hewan peliharaan di daerah karantina itu. Nah ini sepertinya pemerintah mau hindari," ujar Refly saat dihubungi, Selasa 31 Maret 2020.

 

Refly Harun, FGD Konstitusi



Refly Harun

Pasal 55 UU Kekarantinaan Kesehatan Pasal memang mewajibkan pemerintah menanggung hidup rakyat jika menerapkan karantina wilayah. Pasal itu berbunyi: 
(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. 
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait. 
Adapun kebutuhan dasar yang dimaksud terdapat dalam Pasal 8 UU tersebut yang berbunyi: 
Setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina. 

Hal inilah, kata Refly, yang dihindari pemerintah sehingga hanya sebatas menetapkan PSBB. Sebab dalam ketentuan PSBB, tak diatur kewajiban bagi pemerintah menanggung biaya hidup masyarakat. 


"Kalau cuma PSBB di situ (UU Kekarantinaan Kesehatan) tidak ada kewajiban pemerintah untuk memenuhi kewajiban misal bahan pokok dan lain-lain, tapi kalau dilakukan karantina wilayah wajib," ucap Refly. 

Refly menilai, kebijakan PSBB tak optimal dalam menekan penyebaran corona. Sebab masyarakat yang bekerja di sektor informal mau tidak mau harus tetap bekerja demi bertahan hidup. Untuk itu, Refly berpandangan opsi lockdown yang paling pas demi menekan wabah ini. 


"Persoalannya pemerintah ingin masyarakat di rumah saja. Tapi bagaimana pekerja di sektor informal. Kalau dia di rumah, enggak dapat penghasilan," kata Refly. 
"Pemerintah harus betul-betul menerapkan lockdown. Orang disuruh di rumah, kebutuhan dipasok. Tapi kalau misal supermarket buka, kendaraan umum masih operasi sama juga bohong. Ini yang menurut saya pemerintah lari dari tanggung jawab," tutupnya.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com