RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kepolisian Daerah Riau berhasil menggagalkan perdagangan 20 ton kayu yang merupakan hasil pembalakan liar di Kabupaten Kepulauan Meranti. Kayu bernilai ratusan juta rupiah itu ditemukan polisi di perairan Selat Bengkalis saat ditarik menggunakan pompong atau kapal kayu bermesin.
Direktur Polair Polda Riau Kombes Pol Badruddin di Pekanbaru, Selasa mengatakan dari pengungkapan itu jajarannya turut menangkap tiga orang tersangka masing-masing Irwandi, Slamet dan Haidir.
"Kayu yang diangkut tersangka merupakan hasil perambahan di kawasan hutan Kepulauan Meranti," katanya.
Ia menjelaskan kasus itu terungkap setelah jajarannya mendapat informasi pengiriman kayu dalam jumlah besar dari Meranti menuju kabupaten tetangga, Bengkalis pada Kamis 20 Februari 2020 malam.
Tim patroli yang dipimpin AKP Aswanto langsung melakukan penyisiran dengan menggunakan Kapal 4201. Di sana, tim melakukan pengintaian hingga ke ke wilayah Sungai Dedap.
Alhasil, polisi langsung melakukan penyergapan ketika melihat kapal tersebut melintas, berikut membawa barang bukti kayu hutan. Sesuai dengan informasi awal yang diterima Polisi.
Saat diperiksa, para tersangka termasuk Slamet sebagai nakhoda tidak mampu menunjukkan dokumen pengangkutan kayu yang sah sehingga langsung dilakukan tindakan hukum lebih lanjut.
"Setelah diperiksa, jumlah kayu yang dibawa sebanyak 20 ton," ujarnya
Slamet mengaku, kapal pompong miliknya disewa oleh Irwandi untuk mengangkut kayu. Untuk membantu mengambil kayu, Slamet meminta bantuan Haidir. "Pompong itu milik Slamet. Biasanya memang disewakan untuk bawa barang. Kali ini diorder untuk bawa kayu," kata Badarudin.
Sementara, Slamet mengaku baru satu kali mendapat sewa membawa kayu dan dia mendapat upah Rp 800 ribu. "Tapi uangnya belum terima. Sudah sampai baru terima," kata Slamet.
Menurut Slamet, kayu berbagai jenis itu diambil dari kawasan hutan dekat Sungai Dedap. Polisi masih mengembangkan kasus untuk mengetahui cukong pembalakan liar itu.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 83 ayat 1 huruf b Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Asal 12 huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2,5 miliar.